logo

Sains

Pacu Pengembangan Riset Radiofarmaka, Kimia Farma Manfaatkan Fasilitas Riset BRIN

Pacu Pengembangan Riset Radiofarmaka, Kimia Farma Manfaatkan Fasilitas Riset BRIN
Pacu Pengembangan Riset Radiofarmaka, Kimia Farma Manfaatkan Fasilitas Riset BRIN (BRIN)
Bunga NurSY, Sains27 April, 2022 06:25 WIB

Eduwara.com, JAKARTA—BUMN Farmasi PT Kimia Farma Tbk memanfaatkan fasilitas infrastruktur Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk memproduksi senyawa bertanda dan radiofarmaka dalam ilmu kedokteran nuklir.

Radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung atom radioaktif dalam strukturnya dan digunakan untuk diagnosis atau terapi dan penelitian medik klinik di kedokteran nuklir.

Produksi radiofarmaka ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri yang selama ini didominasi oleh impor.

Dilansir dari laman resmi BRIN pada Selasa (26/4/2022), kerja sama pemanfaatan fasilitas ini ditandai dengan penandatanganan naskah kerja sama antara BRIN yang diwakili oleh Plt. Deputi Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN Yan Rianto dengan General Manager SBU Manufaktur Kimia Farma Andria pada Senin (25/4/2022). 

Menurut Yan, BRIN dibentuk sebagai lembaga riset di Indonesia diharapkan mampu menjadi penghubung antara pemerintah dengan mitra khususnya industri dalam pemanfaatan riset dan inovasi. 

Salah satu riset dan inovasi yang dilakukan yakni di bidang kedokteran nuklir khususnya produksi senyawa bertanda dan radiofarmaka yang menjadi salah satu fokus perhatian BRIN.

Untuk itu, pengembangan fasilitas di bidang kedokteran nuklir akan terus dikembangkan guna memenuhi kebutuhan radiofarmaka di dalam negeri. 

Saat ini pemanfaatan reaktor untuk memproduksi radiofarmaka masih di bawah kapasitas, sehingga BRIN mendorong pihak industri agar dapat memanfaatkannya secara maksimal.

“Sebetulnya peluang itu masih terbuka sangat besar untuk mengisi pasokan radiofarmaka di dalam negeri. Dan apabila mampu diproduksi di dalam negeri, saya yakin harganya jauh di bawah harga impor,” ujar Yan.

Terkait penggunaan SDM riset dalam produksi radiofarmaka, jika nantinya produksi radiofarmaka terus meningkat, SDM yang mengoperasikan fasilitas tersebut dapat diambilkan dari alumni Politeknik Nuklir, sehingga tidak mengganggu kinerja para periset. 

“Pengoperasian fasilitas yang sudah rutin dapat dikerjakan oleh SDM di luar periset seperti dengan merekrut alumni Poltek Nuklir, sehingga para periset lebih fokus melakukan risetnya dan menghasilkan lebih banyak produk inovasi,” lanjutnya. 

Plt. Direktur Penguatan dan Kemitraan Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN Salim Mustofa mengatakan, fasilitas yang dimanfaatkan untuk memproduksi senyawa bertanda dan radiofarmaka bernama Instalasi Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka. Fasilitas ini selain untuk memproduksi senyawa bertanda dan radiofarmaka, digunakan juga untuk keperluan riset di bidang radioisotop dan radiofarmaka. 

Kendati fasilitas ini telah dikerjasamakan dengan pihak industri, Salim memastikan hal ini tidak akan mengganggu pelaksanaan riset di BRIN. “Kami telah membuat jadwal pemanfaatan fasilitas, kapan untuk produksi dan kapan untuk kegiatan riset,” kata Salim.

Kerja sama pemanfaatan fasilitas BRIN dengan Kimia Farma dalam memproduksi radiofarmaka dan senyawa bertanda ini merupakan bagian sebuah proses hilirisasi dan komersialisasi produk penelitian yang dilakukan oleh BRIN kepada masyarakat. 

Nantinya, proses kerja sama seperti ini juga akan dilakukan terhadap produk penelitian terkait radiofarmaka lainnya yang sangat bermanfaat bagi kesehatan.

General Manager SBU Manufaktur Kimia Farma Andria menerangkan bahwa sebetulnya pihaknya sudah lama menjalin kerja sama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang sekarang menjadi BRIN dalam memproduksi senyawa bertanda dan radiofarmaka, bahkan sejak sebelum 2011. 

“Hingga saat ini, Kimia Farma dengan menggunakan fasilitas BRIN telah memproduksi sebanyak enam senyawa bertanda dan empat kit radiofarmaka,” kata Andria.

Sebagai upaya meningkatkan kualitas produk, dijelaskan Andria, pihaknya bersama BRIN terus melakukan evaluasi guna memperbaiki berbagai kendala yang dihadapi selama produksi. “

Sebelum menggunakan fasilitas yang baru ini, dulu pernah mengalami kendala produksi dalam hal uji sterilitas, kemudian kami lakukan investigasi bersama dan akhirnya ditemukan penyebabnya dan dilakukan perbaikan. Nantinya kami akan menggunakan fasilitas yang baru dan saat ini sedang menunggu sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik),” katanya.

Read Next