Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dinilai mampu meningkatkan kinerja yang mengacu Tri Dharma Perguruan Tinggi di kalangan dosen. Penelitian ini dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada 30 pimpinan fakultas.
UMY merupakan satu dari 110 perguruan tinggi swasta yang mendapatkan amanat dari Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbudristek untuk meneliti implementasi kebijakan MBKM terhadap kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan jangkauan penelitian di level fakultas.
Penelitian ini masuk dalam Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM).
"Kami menerjemahkan amanat Dikti itu dalam tiga proposal penelitian dan empat proposal pengabdian. Ini sesuai dengan proposal yang kita ajukan untuk mendapatkan dana hibah," kata Ketua Tim Peneliti UMY, Eko Purwanti, dalam rilisnya, Jumat (7/1/2022).
Penelitian sebagai sudut pandang lain bagi pemerintah untuk mengetahui dampak bagi pelaksanaan kegiatan yang mengacu pada Tri Dharma Perguruan Tinggi. Selama ini penelitian dampak MBKM hanya diarahkan pada pelaksanaannya.
"Dampak seperti pelaksanaannya, bagaimana mahasiswa melakukan itu, bagaimana institusi merespons terhadap pelaksanaan MBKM. Sepertinya masih belum ada yang terkait langsung dengan apa sih dampak dari MBKM terhadap Tri Dharma Perguruan Tinggi," tutur Eko.
Pada pelaksanaannya, penelitian mengacu survei pada 30 pimpinan fakultas lingkungan UMY yang terdiri dari 10 Dekan dan 20 Wakil Dekan. Hasil survei menunjukkan lebih dari 50 persen responden menyetujui MBKM dapat meningkatkan kinerja Tri Dharma di UMY di kalangan dosen.
Data yang diolah secara kuantitatif ini kemudian diperkuat data kualitatif melalui Focus Group Discussion (FGD) yang dihadiri pimpinan fakultas. Hasilnya berupa persetujuan terhadap dampak positif MBKM diikuti pemaparan hambatan dan masukan dari berbagai pimpinan.
Eko mengatakan secara keseluruhan, pimpinan fakultas di UMY menyetujui hasil penelitian namun dengan catatan masih banyak hal yang dipersiapkan. Seperti panduan harus lebih fiks, sarana dan prasarana aplikasi di pegawainya seperti apa, apakah mahasiswa ketika ingin mengikuti MBKM bisa langsung dilayani atau tidak.
"Kalau sistemnya belum siap kan belum bisa dilayani," ungkap Eko.
FGD juga memaparkan bahwa pelaksanaan MBKM akan terhambat dari sisi kinerja pimpinan bertambah, prosedur konversi SKS, serta kurangnya informasi yang diperoleh dari instansi lainnya yang tercakup dalam kebijakan.
Diperkirakan MBKM membuat pekerjaan semakin banyak bagi pimpinan dan soal perlu dipersiapkan lagi seperti apa konversi SKS-nya. Tim UMY juga mengimbau adanya sosialisasi ke semua pihak yang terlibat misal dunia industri, sekolah, dan masyarakat setempat.
"Selama ini yang paham MBKM hanya di lingkungan kampus. Tapi setelah kita terjunkan mahasiswa ke desa, sekolah, perusahaan, pihak mereka tidak tahu," tambahnya.