logo

Vokasi

5-10 Tahun Ke Depan, Indonesia Butuh 15 Juta Coding Engineer

5-10 Tahun Ke Depan, Indonesia Butuh 15 Juta Coding Engineer
Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi melakukan penandatangan kerja sama dengan PT LX Internasional Indonesia, Asosiasi Game Indonesia (AGI), serta Cipta Karsa Adikarya (CAKRA), Rabu (5/1/2022). Kerja sama tersebut dilaksanakan guna mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul di bidang industri game. (EDUWARA/Kemendikbudristek)
Redaksi, Vokasi07 Januari, 2022 01:21 WIB

Eduwara.com, JAKARTA -- Direktur PT LX Internasional Indonesia Michael Choi mengatakan berkembangnya industri digital dan game, diperkirakan dalam waktu yang akan datang, Indonesia akan memerlukan SDM unggul di bidang industri game.

Hal itu dikatakan Michael Choi, usai penandatangan kerja sama pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul di bidang industri game antara Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi dengan PT LX Internasional Indonesia, Asosiasi Game Indonesia (AGI), serta Cipta Karsa Adikarya (CAKRA), Rabu (5/1/2022). 

“Memang tujuan kerja sama kami di bidang pendidikan ingin menciptakan coding engineer untuk masa depan Indonesia, karena menurut analisa kami dalam 5 sampai 10 tahun ke depan, Indonesia akan memerlukan 15 juta coding engineer,” kata Michael, dalam siaran pers Kemendikbudristek, Kamis (6/1/2022).

Michael menambahkan, pihaknya juga telah melakukan uji coba selama setahun bersama SMK-SMK, khususnya yang ada di wilayah Jawa, dalam mengembangkan industri games. Melalui uji coba 1 tahun itu kami mendapatkan banyak hal luar biasa dengan siswa SMK yang bertalenta,” katanya.

Terkait dengan kerja sama yang terjalin, menurut Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto, hal itu merupakan sebuah komitmen dari pendidikan vokasi untuk mengajak industri agar terlibat dalam link and match dengan pengembangan ekosistem pendidikan vokasi.

“Industri itu mau berpartisipasi terlibat dengan teaching factory. Ujungnya, ya, bikin games. Kerja sama ini kita padukan dengan berbagai program yang ada di Direktorat Akademik Pendidikan Tinggi Vokasi (Dit. APTV) dan Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan (Dit SMK). Sehingga, saya memberikan tantangan untuk minimal bisa menghasilkan 5 sampai 10 games,” kata Wikan.

Ketua CAKRA, Ivan Chen Sui Liang juga berharap agar kerja sama tersebut bisa berjalan guna melakukan kolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan SDM dalam mengembangkan industri game.

Meskipun game erat kaitannya dengan adiksi dan hal negatif, Ivan yakin bahwa melalui medium game, serapan edukasi dapat dilakukan, misalnya dengan salah satu permainan yang telah dirancang dengan mengasimilasi tema sejarah Indonesia yang mengenalkan Gajah Mada maupun Tribuana Tungga Dewi.

“Kami di Lokapala, kayak Gajah Mada, Tribuana Tungga Dewi, kami kenalkan melalui game. Karena, melalui medium game saya yakin kita bisa kenalkan sejarah Indonesia,” paparnya. 

Sedangkan Ketua Asosiasi Game Indonesia (AGI) Cipto Adiguno menjelaskan pentingnya kerja sama dalam mengembangkan industri game. Pertama, menumbuhkan talenta-talenta terbaik yang kompeten. Kedua, mendorong pertumbuhan SDM yang dapat bersaing secara global. Hal ini karena industri game yang digital memungkinkan negara tidak hanya mengekspor produk.

Ketiga, game erat kaitannya dengan teknologi sehingga perlu dikembangkan seiring perkembangan zaman di industri 4.0. “Saya sangat mengapresiasi perjanjian kerja sama ini. Memang sangat penting untuk kita dapat mengembangkan industri game, ujar Cipto.

Read Next