logo

Kampus

Akademisi UWM Sarankan Pemerintah Jaga NTP Demi Ketahanan Pangan

Akademisi UWM Sarankan Pemerintah Jaga NTP Demi Ketahanan Pangan
Lewat Seminar Ketahanan Pangan, Wakil Rektor III UWM Puji Qomariyah meminta pemerintah tetap menjaga NTP yang mengalami kenaikan selama pandemi Covid-19. Ini terkait dengan upaya ketahanan pangan bangsa. (EDUWARA/Humas UWM Yogyakarta)
Setyono, Kampus30 Maret, 2022 20:28 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Para akademisi Universitas Widaya Mataram (UWM) Yogyakarta meminta pemerintah tetap menjaga nilai tukar petani (NTP) yang mengalami kenaikan selama pandemi Covid-19. Ini terkait dengan upaya ketahanan pangan bangsa.

Kajian ini terpetik dalam webinar 'Refleksi Dua Tahun Pandemi Dalam Perspektif Ketahanan Pangan dan Kebugaran Jasmani' yang diselenggarakan UWM dan Universitas Tunas Pembangunan (UTP) Surakarta.

"Dua tahun pandemi dari Maret 2020-Maret 2022 tidak hanya melahirkan cerita duka, terdapat juga suka cita yang dialami kalangan petani. Para petani cenderung mendapat 'keuntungan tak terduga' naiknya NTP yang dipicu kenaikan harga sejumlah komoditas produk pertanian," kata Rektor UWM Yogyakarta Edy Suandi Hamid, Rabu (30/3/2022).

Peningkatan NTP ini menandakan ekonomisasi kaum petani meningkat dan kehidupannya lebih sejahtera. Ibaratnya mereka makin 'gendut' dompetnya.

Edy merinci NTP pada 2019 di angka 100,90. Memasuki awal pandemi Maret – Desember 2020, terjadi kenaikan angka NTP menjadi 103,25. Angka ini mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) awal 2022.

"Ketika pandemi memasuki puncaknya pada kuartal awal sampai akhir 2021, NTP petani naik lagi menjadi  104,64. Ini maknanya ekonomi petani makin membaik pada masa pandemi," katanya.

Data ini menggambarkan pendapatan ekonomi petani terus naik dan dompet mereka makin tebal. Selama pandemi, terjadi kenaikan harga sejumlah komoditas seperti harga cabai, telur, sayur, dan lain-lain.

"Kenaikan angka nilai petani bisa dibaca bahwa pendapatan petani mengalami kenaikan dibanding dengan pengeluaran," kata dia.

Tingkat kesejahteraan petani didukung oleh pertumbuhan positif sektor pertanian. Pada kuartal empat akhir 2020, angka pertumbuhan sektor pertanian mencapai 2,63 persen, berikutnya awal kuartal pertama 2021 tumbuh positif 3,44 persen (y-o-y). Sedang sektor lain, seperti industri pengolahan terjun bebas alias mengalami pertumbuhan negatif pada angka  -0,71  persen (y-o-y).

Apabila disimak lebih dalam, sektor pertanian menyumbang angka Produk Domestik Bruto(PDB) atas lapangan usaha sebesar 13,5 persen kuartal dua tahun 2019, dan 15,4 persen pada kuartal dua 2020.

Wakil Rektor III UWM Puji Qomariyah menyatakan, pangan sebagai kebutuhan pokok manusia yang diperlukan pemenuhan untuk kelangsungan hidup sehat, aktif dan produktif. Agar terjadi pemerataan kebutuhan, maka ketersediaan dan akses yang stabil dari segi harga, distribusi, dan kualitas menjadi syarat mutlak.

"Syarat tersebut bisa terkendali dalam memenuhi sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun," paparnya.

Ia menegaskan, konsumsi pangan akan cenderung meningkat di seluruh dunia. Dalam proyeksi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) populasi penduduk dunia di 2050 mencapai lebih dari 9 miliar jiwa. Pada saat itu, dunia memerlukan tambahan pangan sebesar 70 persen dibandingkan saat ini (2022).

Ketika pertambahan penduduk dan ketersediaan tidak seimbang, maka problem pangan muncul dari segi akses masyarakat terhadap bahan pangan.

"Saat demikian terjadi rawan pangan. Pemerintah harus terus berupaya menyediakan makanan pokok seperti beras dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat," ujar dia. 

Read Next