logo

Kampus

Angkat Soal Aturan di Era Sharing Ekonomi, Ketua Komisi Yudisial Dikukuhkan Jadi Guru Besar UMY

Angkat Soal Aturan di Era Sharing Ekonomi, Ketua Komisi Yudisial Dikukuhkan Jadi Guru Besar UMY
Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Hukum oleh UMY, Rabu (25/5/2022). (UMY)
Setyono, Kampus25 Mei, 2022 16:41 WIB

Eduwara.com, JOGJA—Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Hukum oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Rabu (25/5/2022).

Membawakan orasi ilmiah berjudul Hukum dan Kesejahteraan: Konsep Regulasi di Era Sharing Economy, Mukti secara khusus menyoroti tentang konsep regulasi hukum di era ekonomi digital.

"Di tengah kemajuan teknologi, sistem pasar bebas berkembang pesat dengan hadirnya revolusi teknologi 4.0. Revolusi ini melahirkan sistem sharing economy dan menghadirkan persoalan baru dalam regulasi hukum dan kesejahteraan masyarakat," kata Mukti dilansir dari rilis UMY.

Dari kajian akademisnya, Mukti melihat terdapat beberapa persoalan hukum yang berhadapan dengan sistem sharing economy yang disruptif. Diantaranya adalah persaingan yang tidak sehat bagi pelaku usaha dengan cara tidak jujur dan melanggar hukum.

"Saya contohkan pada kasus transportasi online, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan lima Permenhub [peraturan menteri perhubungan] namun, kesemuanya dianggap belum mampu secara tepat mengatur. Bahkan diantaranya kalah ketika di-judicial review karena menghambat masuknya pelaku usaha dalam pasar,” katanya.

Dampaknya, dia menambahkan, peraturan yang dikeluarkan untuk mengatur tentang sharing economy dalam sektor transportasi merupakan kebijakan berbasis incremental dan trial error.

Dalam pandanganya, hadirnya sharing economy mengubah hukum seakan-akan kehilangan daya normatif mengatur inovasi yang melesat dan mengacaukan ekonomi pasar.

Karenanya dari perspektif teori hukum dan pembangunan diperlukan kondisi stability, yaitu hukum harus mampu menjaga keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan yang saling bersaing dan predictability.

"Yaitu hukum yang prediktif sangat diperlukan bagi negara yang masyarakatnya membangun hubungan ekonomi. Maka dari itu, tanpa kejelasan arah kebijakan ekonomi akan membuat pelaku usaha menjadi tidak nyaman dalam berinvestasi," ujarnya.

Menurutnya, terdapat beberapa indikasi problem hukum dari sistem sharing economy. Di antaranya kepemilikan sumber daya (resources ownership) yang sering kali laten, kedua yakni hubungan ketenagakerjaan (workforce) dan ketiga pertanggungjawaban para pihak.

"Sementara problem hukum dari luar sistem sharing economy sangat beragam diantaranya, keamanan dan perlindungan konsumen; prosedur administratif; Hak atas kekayaan Intelektual; Perpajakan; dan Hukum Lingkungan," ucapnya.

Tidak hanya itu, guna menjaga persaingan agar berjalan fair, diperlukan hukum persaingan usaha yang menjaga agar pasar tetap bebas tidak terjadi kecurangan dan pengendalian sekelompok pelaku usaha.

Pada persaingan bisnis di era sharing economy ini, Mukti melihat cara menuju kesejahteraan masyarakat dapat dicapai jika regulasi hukum tidak menjadi hambatan. Salah satu caranya dengan meminimalisir berbagai prosedur perizinan serta berbagai persyaratan yang menimbulkan tambahan biaya.

"Oleh karena itu, prosedur hukum tidak boleh bertentangan dengan prinsip efisiensi dalam membuat kebijakan," jelasnya.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyebut di ranah universitas, dengan adanya pengukuhan Guru Besar ini berarti menambah kekuatan sumber daya insan untuk peningkatan kualitas akademik serta membawa UMY semakin kokoh.

"Gagasan yang diberikan oleh Mukti Fajar dalam pengukuhan Gubes ini merupakan pengakuan akademik bagi pencapaian kepangkatan akademik tertinggi sebagai puncak dari karir akademik," katanya.

Haedar menyebut pengukuhan gubes ini bisa menjadi khasanah yang semakin meningkatkan peran Mukti Fajar sebagai ilmuwan, akademisi yang membawa misi ulul albab yang mencerdaskan, mencerahkan, membebaskan, memberdayakan dan membawa kemajuan UMY.

 

Read Next