Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, DEPOK – Berada di pengungsian bagi anak-anak korban bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus dan sebagainya, akan lebih baik jika mereka tetap mengonsumsi makanan olahan dan bukan makanan instan. Pasalnya, makanan olahan jauh lebih sehat daripada makanan instan.
Hal ini diungkap oleh Ahli Gizi Winda Irwanti dalam Disaster Webinar for Kids bertajuk “Aku Bisa Bertahan di Negeri Rawan Bencana” yang digelar oleh mad.edu.id, Minggu (6/3/2022).
Winda mengatakan, makanan instan banyak ditemui di pengungsian dengan alasan kepraktisan dalam mengolahnya. Padahal, bagi anak-anak makanan instan ini tak memiliki kandungan nilai gizi yang memadai. Apalagi ketahanan tubuh diperlukan saat bertahan di pengungsian dan ini bisa bersumber dari bahan pangan yang bergizi baik untuk tubuh.
“Makanan seperti kacang hijau, abon sapi, itu lebih bagus dikonsumsi oleh tubuh dan mengandung zat gizi baik untuk anak-anak selama berada di pengungsian. Jika terdapat dapur umum, tentunya ini akan lebih baik lagi karena di dapur umum biasanya memasak makanan yang diolah dan sarat nilai gizi, bukan makanan instan,” papar Winda.
Tak hanya perihal gizi, selama berada di pengungsian, masalah kebersihan dan sanitasi juga harus menjadi perhatian. Kebersihan dan hygiene yang tak terjaga dapat menyebabkan kulit terjangkit mikrorganisme jamur, parasit dan juga kutu.
Dokter Spesialis Dermatologi dan Venerologi Kusnindita Noria Rahmawati mengatakan, meski berada di pengungsian dengan segala keterbatasan namun kebersihan harus diutamakan. “Alat-alat mandi harus bawa sendiri dan jangan berbarengan dengan orang lain. Ini untuk menjaga higienitas,” tutur Kusni.
Jika mengalami gatal-gatal selama di pengungsian, Kusni menyarankan anak-anak peserta webinar untuk tidak menggaruknya. Namun dengan mengoleskan salep, pelembab agar kulit tidak iritasi.
Sementara itu, dokter Sekar Dian Wulandari mengedukasi anak-anak untuk tidak panik saat terjadi bencana alam seperti gempa bumi misalnya. “Siapkan tas siaga bencana yang berisi surat dan ijazah penting, kotak P3K, dan radio atau alat komunikasi untuk mencari informasi,” tutur Dian.
Anak-anak yang mengikuti webinar ini cukup antusias dengan kegiatan tersebut. Mereka pun banyak bertanya kepada para dokter dalam sesi tanya jawab di webinar ini.