logo

EduBocil

Disdikpora Kota Jogja Nyatakan 160 Siswa SD Masuk Jalur Afirmasi

Disdikpora Kota Jogja Nyatakan 160 Siswa SD Masuk Jalur Afirmasi
Kepala ULD Aris Widodo, Jumat (13/3/2022) menyatakan dari 200 siswa SD yang mengikuti assesmentHPP ditemukan 160 siswa memiliki kebutuhan khusus dan dapat mengikuti PPDB SMPN dari jalur afirmasi. (ULD Disdikpora Kota Jogja)
Setyono, EduBocil13 Mei, 2022 18:23 WIB

Eduwara.com, JOGJA – UPT Layanan Disabilitas (ULD) dan Resource Center Bidang Pendidikan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Yogyakarta merilis Hasil Pemeriksaan Psikologi (HPP) terhadap 200 siswa SD.

Hasil tes tersebut mencatat ada 160 siswa SD terbukti berkebutuhan khusus dan dapat mengikuti seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMPN jalur afirmasi.

"Kami (ULD) melakukan assessment terhadap 200 siswa SD di Kota Yogyakarta pada Februari hingga April 2022. Dari 160 siswa berkebutuhan khusus tersebut, ada 30 anak yang skornya tidak ditulis dalam laporan HPP," kata Kepala ULD Jogja Aris Widodo dalam rilis yang diterima Eduwara.com, Jumat (13/5/2022).

Hasil tes HPP ini kemudian disosialisasikan kepada Guru Pembimbing Khusus (GPK) guna menjawab pertanyaan dari para GPK soal hasil assesment siswa SD beberapa waktu lalu.

"Kami beri pengertian ke GPK soal orang tua murid yang mempertanyakan HPP yang tidak dituliskan skornya. Pasalnya sebelumnya ada pertanyaan dari para orang tua murid 30 siswa tersebut ke GPK tentang skor kuantitatif HPP anak mereka.," ucap Aris.

Aris menjelaskan ada kebijakan khusus dari ULD tentang para siswa berkebutuhan khusus yang skor kuantitatifnya tidak ditulis dalam HPP.

Siswa berkebutuhan khusus yang skornya tak ditulis beberapa di antaranya memiliki nilai yang rendah di bawah rata-rata dan masuk ke kategori disabilitas intelektual. Aris menyebut jika skor ini ditulis dalam HPP maka cenderung akan membuat para orang tua murid beracuan pada skor.

"Itu nanti bisa menimbulkan kesalahpahaman. Skor itu hanya indikator, kalau nilai yang terlalu rendah itu ditulis cenderung dapat label buruk bahwa anak tersebut sudah tidak bisa apa-apa. Padahal, tujuan kami bagaimanapun tetap ke pengembangan potensi siswa tersebut," kata Aris.

Psikolog ULD Jogja Itsna Duroti Layyinatus Syifa mengatakan tujuan skor HPP tak ditampilkan yakni agar orang tua dan guru bisa fokus membantu anak dalam mengembangkan potensinya. Selain itu ada persoalan etika pula untuk tak menuliskan skor tersebut.

"ULD sebenarnya memiliki catatan skor itu tetapi yang diberikan ke sekolah yang tak dituliskan skornya. Ini agar kita bisa fokus dalam mengembangkan potensi anak," tutur Ayyin.

Selama pelaksanaan HPP alat tes kognitif yang digunakan ada beberapa macam. Beberapa alat tes kognitif ini memiliki perbedaan dan ada yang memang tidak memiliki hasil skor kuantitatifnya.

"Alat-alat tes ini ada yang hanya menunjukkan grade sebagai hasil tes. Kenapa alat tes ini beda-beda ya karena tujuannya juga berbeda-beda dengan melihat kondisi anak juga," ucap Ayyin.

Psikolog ULD Jogja Raras Pramudita, mengatakan ULD selalu menyiapkan dua alat tes untuk assesment para siswa berkebutuhan khusus. Dua alat tes tersebut ada yang mencatatkan skor IQ dan ada yang tidak memiliki skor.

"Biasanya kami pakai yang verbal yang memiliki skor IQ, namun jika anak sedang tak merespon atau lelah, kami pakai tes nonverbal yang tidak menampilkan skor," tutur Raras.

Pendidikan dan pendampingan anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta masuk dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi.

Penyelenggaraan pendidikan inklusi ini diatur dalam Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 47 Tahun 2008. Regulasi ini menyebutkan bahwa salah satu tujuan pendidikan inklusi adalah terpenuhinya hak atas pendidikan yang layak dan memberikan akses seluas-luasnya bagi semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus.

Read Next