logo

Sains

Empat Batasan Jurnalisme dalam Karya Tulis Biografi

Empat Batasan Jurnalisme dalam Karya Tulis Biografi
Pengajar Ilmu Jurnalistisk Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada (UGM), Ana Nadhya Abrar, menyebut ada empat batas penting yang harus dipenuhi dalam penulisan karya biografi dengan pendekatan jurnalistik. (Eduwara/Setyono)
Setyono, Sains10 Maret, 2022 16:04 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Biografi merupakan salah satu ragam karya jurnalisme yang harus memenuhi kaidah dan batas-batas tertentu.

Pengajar Ilmu Jurnalistisk Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada (UGM), Ana Nadhya Abrar, menyebut ada empat batas penting yang harus dipenuhi dalam penulisan karya biografi dengan pendekatan jurnalistik.

Lewat pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Fisipol UGM berjudul Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi, Abrar menyatakan sebuah biografi seorang tokoh akan menjadi bukti referensi sejarah. 

Sejarah tentang profil tokoh yang diceritakan, peristiwa besar yang menyertainya, dan berbagai perubahaan yang terjadi di masanya adalah sebuah peristiwa yang layak disampaikan ke publik.

Dengan demikian, sebuah biografi tokoh idealnya penulisannya dimulai dengan pengumpulan tokoh, konfirmasi tentang berbagai peristiwa, penyuntingan dan penerbitan.

"Keempat tugas itu merupakan teknik utama dari jurnalisme. Dari 35 penulis buku biografi yang teliti, posisi teratas selalu ditempati oleh wartawan," katanya, Kamis (10/3/2022).

Dalam penerapan teknik jurnalistik untuk penulisan biografi, Abrar menyebut ada empat batas yang harus dipenuhi penulis agar karya tulis biografinya mampu menciptakan narasi dan memiliki kesamaan dengan pembacanya.

Batas pertama disebutnya sebagai batas atas yang menitikberatkan tujuan penulisan biografi untuk meningkatkan kualitas khalayak. Ini juga merupakan tugas utama dari jurnalistik.

"Kesungguhan meningkatkan intelektual khalayak merupakan idealisme wartawan. Lewat biografi, wartawan mampu menyampaikan ide, wacana yang membangun dan sudut pandangnya melalui sudut pandang tokoh. Jika lewat tulisan dan gambar tidak bisa karena wartawan tidak boleh beropini," katanya.

Nilai-nilai wartawan yang bisa disebarkan lewat kacamata tokohnya yaitu lewat penggambaran melalui kata-kata penyabar, pekerja keras, teliti, pemberani dan lainnya.

Kemudian, batas kanan adalah mengutamakan kemanusiaan.  Melalui pedoman 5W + 1H-nya, wartawan mencari fakta-fakta yang unik, menarik, mengandung konflik dan berkemajuan sebagai nilai berita. Pedoman ini juga dipakai dalam penulisan biografi dalam pengisahan tokohnya. 

"Who menjadi karakter tokoh yang biografinya ditulis, What menjadi plot alur cerita, Where menjadi sistem, When menjadi kronologis, Why menjadi motif dan How menjadi narasi," katanya.

Dengan pedoman ini fakta yang dikumpulkan akan dipersonalisasikan sebagai nilai-nilai yang manusiawi yang masuk akal dan humanis dari tokoh. Sehingga sisi kemanusian yang menjadi kredo dari penulisan tulisan khas (features) menyentuh nurani khalayak dan karya itu pasti akan dikenang.

Investigasi

Di batas bawah ada investigasi. Karya biografi adalah upaya seorang tokoh untuk menampilkan masa lalunya dan diceritakan ke orang lain. Hal ini menghadirkan kecenderungan tokoh yang ditampilkan terlihat superior sehingga memunculkan sebuah karya yang memojokkan karya lain.

Dengan pemanfaatan teknik investigasi, penulisan biografi tidak sekedar menggambarkan peristiwa besar yang dialami tokoh. Namun juga mengungkapkan berbagai fakta dan kausalitas yang menjadi latar belakang peristiwa dari berbagai sumber rilis maupun konferensi pers.

"Tidak mudah memperoleh berbagai informasi, terutama yang masih menimbulkan teka-teki di khalayak dari tokoh. Namun dengan investigasi, misteri ini akan menarik dan memenuhi keingintahuan khalayak," jelasnya.

Batas terakhir, batas kiri yaitu membentuk selera narasi. 5W+1H adalah bagian terpenting dari jurnalisme dalam membentuk narasi dan menyampaikan fakta kepada pembaca. narasi menjadi bagian penting jurnalisme. Cara menyampaikan fakta kepada pembaca. Narasi boleh puitis sepanjang menyangkut fakta.

"Semuanya tergantung dari jam terbang pengetahuan dan kepekaan penulis. Biasanya jika narasi yang dihadirkan penulis sejalan dengan narasi yang diinginkan pembaca. Maka karya biografi itu akan diterima," ucap Abrar.

Karena itu kunci untuk menciptakan narasi kepada pembaca adalah dengan menghadirkan karya yang tidak berbohong dan menyampaikan seluruh ekspresi tokoh dalam penulisan.

Bagi jurnalisme tujuan biografi menyampaikan wacana dari tokoh yang dikisahkan, termasuk narasi yang berkualitas bertumpu pada bukti yang objektif. Melibatkan imajinasi dan kepekaan cara bertutur dalam penulisan karya biografi bertujuan menjadikan tulisan lebih hidup.

"Empat batas itu bukan satu-satunya batas dalam penulisan biografi. Namun empat batas ini menjadi teknik dasar dalam penulisan biografi yang menghadirkan ruangan yang bisa diisi jurnalisme," tutupnya.

Read Next