logo

Gagasan

Hari Kartini 2022: Akses Pendidikan Tinggi Bagi Perempuan Terkendala Konstruksi Gender

21 April, 2022 12:10 WIB
Hari Kartini 2022: Akses Pendidikan Tinggi Bagi Perempuan Terkendala Konstruksi Gender
Guru Besar Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Syamsul Arifin (UMM)

Eduwara.com, MALANG—Akses pendidikan bagi perempuan secara infrastruktur dan kebijakan negara sebenarnya sudah memadai, namun kendalanya justru pada konstruksi budaya masyarakat atau gender yang memposisikan perempuan tidak perlu pencapaian pendidikan tinggi.

Guru Besar Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Syamsul Arifin, menegaskan akses pendidikan bagi kaum perempuan  seharusnya sudah kian terbuka karena untuk pendidikan dasar bisa ditemukan bahkan hingga ke tingkat kecamatan, baik negeri maupun swasta. " Yang menjadi masalah adalah konstruksi budaya masyarakat atau gender," katanya, Kamis (21/4/2022).

Di beberapa daerah, kata dia, faktor gender ini menjadi penghambat akses bagi kaum perempuan. Riset yang pernah dia lakukan beberapa tahun silam yang menunjukkan bahwa kian ke dalam wilayahnya, jauh dari perkotaan, partisipasi kaum perempuan dalam pendidikan lanjutan semakin rendah karena faktor gender itu.

"Masih ada pandangan di masyarakat bahwa perempuan tidak perlu tinggi capaian pendidikannya. Toh, nantinya hanya akan menjalankan peran-peran privat atau domestik," ucap Syamsul yang juga Wakil Rektor I UMM itu.

Secara kebijakan nasional, tambahnya, sudah ada upaya kuat untuk memberikan akses pendidikan bagi perempuan. 

Menurut dia, ada beberapa sasaran strategis pendidikan nasional di Indonesia, yakni pemerataan pendidikan untuk membuka akses masyarakat memperoleh kesempatan belajar terutama yang masuk dalam kelompok umur wajib belajar sebagaimana ketentuan UU Pendidikan pada pasal 6 bahwa warga negara berusia 7—15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.

Karena merupakan kewajiban, pemerintah harus menyediakan sarana pendidikan yang menjamin warga dapat bersekolah.

Selanjutnya, peningkatan kualitas pendidikan berdasarkan standar nasional pendidikan dan transparansi tata kelola pendidikan yang juga dapat menjamin keterlibatan publik dalam mengontrol pelaksanaan pendidikan.

"Kelembagaan untuk menjamin partisipasi publik ini sudah ada, misalnya dewan pendidikan dan komite sekolah," ujarnya.

Read Next