logo

Kampus

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus, Kata Nadiem Makarim

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus, Kata Nadiem Makarim
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menjadi narasumber dalam bincang bersama Najelaa Shihab, Pendidik dan Pendiri Sekolah Murid Merdeka, dan Ratna Megawangi, Ketua Bidang I OASE sekaligus Pakar Pendidikan Holistik Berbasis Karakter, Kamis (4/11).
Bunga NurSY, Kampus12 November, 2021 17:38 WIB

Eduwara.com, JAKARTA— Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menilai saat ini Indonesia berada pada situasi darurat kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi sehingga regulasi yang berpihak kepada korban perlu diterapkan. 

Hal itu dia sampaikan di sela acara sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek PPKS) sebagai Merdeka Belajar Episode Keempat Belas: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual.

Menurutnya, tindak kekerasan seksual paling sulit dibuktikan, tetapi efeknya sangat besar dan berjangka panjang. 

Oleh karena itu, tambahnya, jika ada laporan kekerasan seksual, perguruan tinggi wajib melakukan penanganan yang meliputi pendampingan, pelindungan, pemulihan korban, dan pengenaan sanksi administratif. 

Pendampingan yang dimaksud mencakup konseling, advokasi, layanan kesehatan, bantuan hukum, bimbingan sosial dan rohani, serta pendamping bagi penyandang disabilitas. 

“Perlindungan di sini, meliputi jaminan keberlanjutan pendidikan atau pekerjaan, penyediaan rumah aman, serta korban atau saksi bebas dari ancaman,” tegasnya seperti dikutip dari siaran pers Kemendikbudristek, Jumat (12/11/2021).

Sementara itu, kegiatan pemulihan terhadap korban dilakukan bersama pihak terkait dengan persetujuan korban atau saksi serta tidak mengurangi hak pembelajaran dan/atau kepegawaian. 

Selanjutnya, terkait pengenaan sanksi administratif yakni menyasar kepada sanksi golongan, sanksi individu, serta sanksi untuk perguruan tinggi. 

“Sanksi kepada pelaku harus berdasarkan dampak akibat perbuatannya terhadap kondisi korban dan lingkungan kampus, bukan besar peluang  pelaku bertobat. Rektor dan Direktur Perguruan Tinggi bertanggung jawab penuh untuk  melaksanakan Permen PPKS dan dapat menjatuhkan sanksi yang lebih berat dari rekomendasi Satgas,” kata Menteri Nadiem. 

Apabila keputusan pemimpin perguruan tinggi dirasa tidak adil, korban dan/atau terlapor dapat meminta Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) dan/atau Dirjen Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) untuk melakukan pemeriksaan ulang. 

Rektor dan direktur harus memantau dan mengevaluasi rutin seluruh kegiatan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, serta kinerja satgas di kampusnya. 

Peluncuran Merdeka Belajar Episode Keempat Belas: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual turut menghadirkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ibu I Gusti Ayu Bintang Darmawati; Menteri Agama, Bapak Yaqut Cholil Qoumas; Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia, Diah Pitaloka; Ketua Komnas Perempuan, Ibu Andy Yentriani; Sekretaris Umum Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama, Alissa Wahid; Perwakilan Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia Perempuan Indonesia, Kyai Faqihuddin Abdul Kodir; dan Pakar Hukum dan Dosen Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bvitri Susanti.

Read Next