Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Menggunakan bahan-bahan dari Enceng Gondok, sabut kelapa dan ekstrak daun sirih, lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) menghadirkan bantal antibakteri yang dinamakan 'Bangau'.
"Bangau ini singkatan dari bantal antibakteri dan tungau. Dimana bantal ini dapat mencegah munculnya tungau, alergi, dan penyebab alergi lainnya yang berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia," kata Marsyela Tri Aryani, Jumat (2/9/2022).
Bersama empat rekan lainnya, Marsyela dibantu Silvia Rahmawati, Alda Anisah, dan Rizal Aziz Pradana dari Sekolah Vokasi serta Luthfia Uswatun Khasanah dari Fakultas Biologi.
Mereka dibimbing dosen Saiqa Ilham Akbar dan ini merupakan karya ini didanai melalui Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan Kemendikbud Ristek 2022.
Marsyela mengungkapkan ide awal pembuatan bantal ini dari keprihatinan terhadap persoalan eutrofikasi tanaman eceng gondok yang merusak perairan karena pertumbuhannya relatif cepat. Selain itu, ditambah dengan keprihatinan akan banyaknya limbah sabut di masyarakat yang belum termanfaatkan dengan baik.
"Kami menemukan fakta eceng gondok berpotensi sebagai tanaman obat. Sebab, eceng gondong mengandung senyawa aktif fenol, flavonoid, tanin, alkaloid, terpenoid, steroid, dan glikosida yang memiliki peranan secara biologis sebagai antioksidan, antijamur, antibakteri, dan antikanker," jelasnya.
Akhirnya pilihan adanya produk bantal anti bakteri dan tungau dengan konsep natural. Keseluruhan bahan pembuatan bantal, mulai mulai dari isian hingga luaran bantal 100 persen bahan alami.
"Produk yang kami kembangkan tidak hanya mengurai persoalan lingkungan, tetapi juga menghadirkan produk yang bermanfaat bagi Kesehatan," papar Marsyela.
Guna mencegah penyebaran dan pertumbuhan bakteri mereka memanfaatkan daun sirih (Piper betle L.) yang diketahui mengandung senyawa yang berperan sebagai antibakteri yaitu saponin, tanin, flavonoid, dan fenol.
Dalam daun sirih juga terdapat minyak atsiri yaitu clavikol yang berperan mematikan agen Sarcoptes scabiei dalam menghentikan aktivitas tungau agar permukaan luka tidak memburuk. Penggunaan daun sirih ini dengan diekstrak dan direaksikan dengan limbah eceng gondok.
Dalam proses produksinya, diawali dengan penganyaman eceng gondok kering menjadi berbentuk lilitan kecil maupun sedang. Berikutnya, anyaman bantal direbus dengan ekstrak daun sirih agar ekstrak dapat tercampur merata pada anyaman.
"Setelah itu, dilakukan pengeringan dan penyemprotan kembali ekstrak daun sirih secara merata. Lalu, anyaman dimasukkan ke dalam plastik selama 12 jam agar ekstrak daun sirih dapat meresap ke dalam anyaman," ujarnya.
Selanjutnya dilakukan pengolahan sabut kelapa sebagai bahan isian bantal. Pengolahan untuk mengubah sabut kelapa yang kasar menjadi tekstur yang hampir menyerupai woll atau benang. Tahap pengolahan sabut kelapa dilakukan melalui beberapa tahapan seperti pemutihan, penghalusan, dan pengeringan.
Alda Anisah menambahkan dalam memasarkan produk, mereka menggunakan website dan media sosial seperti Instagram, Tiktok, dan Facebook untuk memperkenalkan Bangau kepada konsumen.
"Kami melakukan penjualan produk Bangau berupa bantal yang juga disertai dengan cairan spray antibakteri berukuran 30 ml. Satu paket produk dibanderol seharga Rp115.000,-" jelasnya.
Sementara itu Silvia Rahmawati menyampaikan bahwa perawatan Bangau cukup mudah. Sebab, tidak perlu memakaikan atau mengganti sarung bantal. Perawatan bantal hanya cukup dengan dijemur dibawah panas matahari lalu diberikan spray antibakteri dan diangin-anginkan saja.
"Bangau hadir sebagai alternatif pengganti bantal kapuk dan sintetis yang diharapkan bisa meningkatkan kualitas tidur pengguna dan merasa aman karena ada fungsi kesehatan sebagai antibakteri dan tungau,"ucapnya.