logo

Idea

Mayoritas Anak Muda Percaya Pemimpin Politik Perlu Mendengar Suara Anak

Mayoritas Anak Muda Percaya Pemimpin Politik Perlu Mendengar Suara Anak
UNICEF meluncurkan platform interaktif baru, www.unicef.org/changing-childhood, yang berisi data lengkap dan laporan survei. ((jabarjuara.co ))
Redaksi, Idea21 November, 2021 23:52 WIB

Eduwara.com, JAKARTA – Anak muda di Indonesia menginginkan kemajuan yang lebih pesat dalam penanggulangan diskriminasi, kerja sama internasional yang lebih luas, dan agar para pemangku keputusan bersedia mendengar suara mereka.

Hal ini terungkap melalui survei global UNICEF dan Gallup bertajuk Changing Childhood, yang dipublikasikan menjelang Hari Anak Sedunia.

Dalam survei tersebut disebutkan bahwa mayoritas (80 persen) anak muda usia 15-24 tahun percaya, para pemimpin politik amat perlu mendengar suara anak. Hampir semua anak dan pemuda percaya bahwa batas usia perkawinan minimum untuk perempuan seharusnya lebih tinggi dari yang saat ini berlaku secara hukum.

Hampir dua pertiga (63 persen) anak muda yang mengetahui isu perubahan iklim percaya bahwa pemerintah-pemerintah dunia perlu mengambil langkah signifikan untuk mengatasi masalah ini.

Pejabat Sementara Perwakilan UNICEF Robert Gass mengatakan di tengah pandemi, krisis iklim yang makin buruk, dan disrupsi sosio-ekonomi yang belum pernah terjadi dalam skala ini sebelumnya, anak dan pemuda di Indonesia tetap memiliki harapan akan masa depan dan mau terlibat untuk mewujudkannya.

“Pada titik penting inilah, para pemimpin harus mendengarkan suara-suara generasi muda yang memanggil dan dengan lantang menyerukan aksi yang berani dan mendesak,” katanya.

Survei menyebutkan bahwa orang-orang muda lebih percaya bahwa kehidupan seorang anak kini lebih baik; sebagian besar dari mereka yakin bahwa layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan fisik sudah lebih baik bagi anak-anak pada masa ini dibandingkan pada masa kecil orang tua mereka dahulu.

Meski demikian, perlu diketahui bahwa optimisme tersebut tidak berarti kaum muda naif dalam survei. Mereka juga mengungkapkan keresahan terhadap aksi-aksi perubahan iklim, sikap skeptis terhadap informasi yang diperoleh dari media sosial, dan tantangan menghadapi depresi dan rasa cemas.

Survei global tersebut adalah survei pertama, di antara survei lain yang sejenis, yang mewawancarai responden lintas generasi untuk mengetahui pandangan mereka tentang dunia dan pengalaman sebagai seorang anak pada masa ini. 

Responden mencakup lebih dari 21.000 orang dari dua kelompok usia (15 - 24 tahun dan 40 tahun ke atas) di 21 negara, termasuk di Indonesia. Survei yang representatif secara nasional ini dilaksanakan di negara-negara di semua kawasan—Afrika, Asia, Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan—dan pada semua tingkat pendapatan.

Sumber Informasi Akurat

Berlangsung selama pandemi COVID-19 pada tahun 2021, survei juga menemukan bahwa anak dan pemuda secara umum lebih memercayai pemerintah nasional, ilmuwan, dan media berita internasional sebagai sumber informasi yang akurat. 

Pada saat yang sama, survei menunjukkan bahwa kaum muda Indonesia sadar akan beragam permasalahan yang mereka hadapi. Sebagian besar menyatakan bahwa anak-anak pada masa ini mengalami tekanan lebih besar untuk meraih sukses dibandingkan ketika orang tua mereka beranjak dewasa.

Hampir sepertiga (29 persen) anak muda menyatakan sering merasa depresi atau memiliki minat rendah untuk melakukan apa pun. Hampir dua pertiga (63 persen) anak muda menyatakan sangat khawatir akan pendataan informasi pribadi saat mereka menggunakan internet.

Lebih dari separuh (59 persen) percaya bahwa tindakan anak menemui seseorang setelah perkenalan di dunia maya adalah tindakan berisiko.

Dibandingkan dengan kaum muda di negara-negara lain, anak muda di Indonesia lebih rendah kemungkinannya dalam memandang dirinya sebagai penduduk dunia. Dari pemuda berusia 15—24 tahun di Indonesia yang mengikuti survei, hanya 18 persen yang mengidentifikasi diri sebagai bagian dari dunia dibandingkan 39 persen anak muda lain secara global.

Hari Anak Sedunia, yang dirayakan setiap tahun pada 20 November, bertujuan membangun kesadaran masyarakat terhadap keberadaan jutaan anak yang tidak terpenuhi haknya atas layanan kesehatan, gizi, pendidikan, dan perlindungan, serta untuk mengangkat suara-suara anak muda sebagai elemen penting dalam semua diskusi terkait masa depan mereka.

 

Tulisan ini telah tayang di jabarjuara.co oleh Akbar Ghiffari pada Sabtu 20 November 2021

Read Next