logo

Sains

Mengenal Jolene, Boneka Pengukur Kebisingan dari Surabaya

Mengenal Jolene, Boneka Pengukur Kebisingan dari Surabaya
Dr Dhany Arifianto ST MEng saat memaparkan mengenai boneka Jolene secara langsung di Gedung P kampus ITS (ITS)
Bunga NurSY, Sains29 Maret, 2022 06:10 WIB

Eduwara.com, SURABAYA—Paparan kebisingan dalam intensitas waktu di luar batas yang dianjurkan meningkatkan risiko gangguan pendengaran sehingga diperlukan adanya perangkat pengukur kebisingan, seperti boneka Jolene.

Boneka Jolene adalan perangkat pengukur kebisingan hasil kerja sama  Laboratorium Vibrasi dan Akustik (Vibrastik) Departemen Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Departemen Ilmu Kesehatan THT-Kepala Leher Universitas Airlangga (Unair), Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soetomo, Perhimpunan Dokter THT-Kepala Leher (Perhati-KL) Cabang Jawa Timur Utara, dan didukung oleh World Health Organization (WHO).

Steering Committee Jolene regional Indonesia Nyilo Purnami mengatakan berdasarkan World Report on Hearing oleh WHO pada 2021, disoroti peningkatan jumlah orang yang hidup dalam risiko mengalami gangguan pendengaran. Hal ini dapat dipicu oleh paparan kebisingan dalam intensitas waktu di luar batas yang dianjurkan. 

“Gangguan pendengaran akibat kebisingan ini bersifat permanen sehingga perlu adanya tindakan pencegahan,” ungkapnya seperti dikutip dari situs resmi ITS, Senin (28/03/2022). 

Upaya pencegahan gangguan pendengaran dapat dilakukan dengan mengadaptasi kebiasaan mendegar yang baik, salah satunya dengan memantau ambang batas kebisingan. 

Dengan mengetahui level bunyi di sekitar kita, dapat dilakukan beberapa tindakan seperti mulai membatasi volume audio hingga menggunakan pelindung telinga seperti earplug di area bising. 

“Jolene dirancang untuk membaca level audio yang didengar pengguna,” tutur Dhany Arifianto, penanggung jawab acara World Hearing Day regional Indonesia.

Lebih dalam, Dhany memaparkan cara penggunaan Jolene. Pertama, mikrofon yang diletakkan dalam telinga Jolene akan menangkap bunyi di sekitarnya. Selanjutnya, tangkapan audio akan dibaca oleh Sound Level Meter (SLM) yang sudah terhubung dengan mikrofon.  “Alat SLM inilah yang membaca tingkat kebisingan sekitar,” imbuhnya.

Dhany melanjutkan bahwa level audio berupa nilai desibel (dBA) yang terbaca pada alat, selanjutnya diidentifikasi tingkat durasi yang aman untuk mendengarkan dengan kekuatan bunyi tersebut. “Membatasi durasi waktu dari paparan suara bising mampu menyelamatkan pendengaran jangka panjang,” terangnya.

Durasi Aman

Durasi yang aman ini dapat ditentukan melalui tabel standarisasi nasional yang mencakup durasi dan tingkat kebisingan. Contoh pembacaannya ialah tingkat kebisingan yang terbaca sebesar 120 dBA pada SLM ini aman didengarkan dengan durasi tidak lebih dari 10 menit. 

“Tingkat volume mendengarkan musik yang ideal sendiri ialah 60 persen dari batas maksimum selama 60 menit per hari,” jelasnya.

Sementara itu, Laboratorium Vibrastik Departemen Teknik Fisika ITS juga mensosialisasikan penggunaan Jolene langsung ke masyarkaat umum di Taman Bungkul, beberapa waktu lalu. 

Asisten laboratorium membantu masyarakat untuk mengukur tingkat kebisingan ponsel mereka dan mengedukasi mengenai durasi aman mendengarkan bunyi dengan kebisingan tersebut.

Dhany berharap, ke depannya Jolene dapat diterapkan di fasilitas publik untuk mengukur tingkat kebisingan di tempat umum. 

Read Next