logo

Sains

Mengenal Teknologi Budi Daya Jenuh Air Kedelai Hasil Inovasi IPB University

Mengenal Teknologi Budi Daya Jenuh Air Kedelai Hasil Inovasi IPB University
Pedagang tempe melayani pembeli di lapaknya di pasar kebayoran lama, Jakarta, Rabu, 16 Februari 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia (Trenasia.com)
Bunga NurSY, Sains23 Februari, 2022 15:37 WIB

Eduwara.com, BOGOR—IPB University berhasil menemukan teknologi budi daya kedelai yang cocok ditanam di lahan pasang surut. Teknologi tersebut berupa teknologi budi daya jenuh air (BJA) kedelai. 

Profesor Munif Ghulamahdi, inovator dari IPB University, menjelaskan bahwa BJA adalah sistem penanaman kedelai dengan memberikan irigasi secara terus menerus dan membuat muka air tetap. Hal ini menyebabkan lapisan di bawah perakaran mengalami jenuh air. 

Dosen IPB University dari Departemen Agronomi dan Hortikultura ini telah membuktikan bahwa teknologi BJA dapat meminimalisir sifat negatif dari lahan pasang surut. Dengan demikian, teknologi BJA layak dikembangkan untuk perluasan areal tanam kedelai. 

“Dalam mendukung teknologi BJA, diperlukan adanya tata kelola kawasan produksi BJA serta menjamin tersedianya benih unggul dan sarana produksi lainnya,” terang Munir, seperti dikutip dari situs resmi IPB University, Selasa (22/02/2022). 

Dia menambahkan, benih kedelai unggul yang  digunakan potensi produktivitasnya dapat mencapai 4,63 ton per hectare (ha) di penelitian. Kegiatan BJA selanjutnya diterapkan pada lahan petani pada areal 500 ha di tipe luapan C pada lahan pasang surut dan diperokeh 2.6 ton per ha, sedangkan  produktivitas nasional hanya 1,5 ton per ha. Teknologi ini telah terapkan di Jambi, Palembang dan Lampung.

Pada 2021, produksi kedelai nasional di lahan non-pasang surut sekitar 200.000 ton dengan konsumsi nasional sebesar 2.6 juta ton. Kekurangan sebesar 2.4 juta ton dapat dipenuhi dengan menggarap lahan pasang surut pada areal tanam 1 juta ha, sementara luas lahan pasang surut di Indonesia adalah sebesar 20 juta hektare.

“Apabila 5 persen saja dari lahan pasang surut tersebut dimanfaatkan untuk budi daya kedelai, diperkirakan dapat mencukupi kebutuhan nasional. Jika kebutuhan benih sekitar 50 kg per hektare perlu penyediaan benih sebesar 50.000 ton,” kata Munif.

Jika pemerintah mau serius untuk memanfaatkan teknologi temuan anak bangsa ini, niscaya swasembada kedelai bisa diwujudkan. Untuk itu perlu langkah-langkah konkrit untuk mengimplementasikan berbagai teknologi temuan para akademisi dan peneliti, salah satunya teknologi BJA ini  untuk membebaskan Indonesia dari problem kelangkaan kedelai yang terus berulang.

Read Next