logo

Sekolah Kita

ORI DIY: Penekanan Penggunaan Jilbab Dilakukan Masif oleh Guru

ORI DIY: Penekanan Penggunaan Jilbab Dilakukan Masif oleh Guru
Kepala ORI DIY Budhi Masthuri (EDUWARA/Setyono)
Setyono, Sekolah Kita03 Agustus, 2022 23:59 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Rabu (3/8/2022), Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memeriksa dua guru Bimbingan Konseling (BK) SMAN I Banguntapan, Bantul terkait dengan pemaksaan penggunaan jilbab pada siswi baru kelas X.

Selain fakta pemaksaan penggunaan jilbab, penekanan penggunaan jilbab dilakukan secara masif oleh kalangan guru SMAN I Banguntapan hingga menyebabkan siswi depresi, juga ditemukan oleh ORI DIY.

Temuan disampaikan Kepala ORI DIY Budhi Masthuri usai pemeriksaan koordinator guru BK dan guru BK kelas di kantornya Rabu (3/8/2022). Agenda selanjutnya, Kamis (4/8/2022), wali kelas dan guru agama diminta hadir ke kantor ORI DIY.

"Siswi yang bersangkutan sebenarnya sudah tidak nyaman di sekolah sejak Jumat (19/7/2022). Ini disebabkan munculnya pertanyaan kenapa tidak menggunakan jilbab dari para guru sehingga menjadi bahan pembicaraan di sekolah," kata Budhi.

Pada Sabtu (20/8/2022), diantar wali dan guru BK kelas, siswi tersebut menghadap koordinator guru BK. Meski sudah mengutarakan ketidaknyamanan dan ketidaksiapan menggunakan jilbab, hal ini dijawab koordinator guru BK dengan menyontohkan paksa pemakaian jilbab ke siswi.

"Meski masih terus mengikuti pembelajaran usai pemaksaan itu, di hari-hari berikutnya, siswi ini mengalami tekanan dan ketidaknyamanan selama di sekolah. Puncaknya pada Sabtu (26/8/2022), siswi ini dilaporkan tidak di kelas yang kemudian ditemukan menangis lama di kamar mandi," jelasnya.

Menurut Budhi kasus ini mencuat karena para guru SMAN 1 Banguntapan tidak menyadari dampak psikologis penggunaan paksa jilbab ke siswi. Meski menyetujui menggunakan jilbab, juga diketahui persetujuan lisan dan anggukan disampaikan siswi dengan lemah.

Dalam rilisnya, anggota DPRD DIY Eko Suwanto meminta Pemda menonaktifkan Kepala Sekolah SMAN 1 Banguntapan Agung Istianto dan oknum guru yang melakukan pemaksaan penggunaan jilbab.

"Diharapkan, penonaktifan menjaga objektivitas masalah ini selama pemeriksaan dan pendalaman. Penonaktifan ini karena mereka melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan pasal 29 UUD 1945 dan Pasal 5 UU Keistimewaan DIY Nomor 13 Tahun 2012 tentang menjaga keBhinekaan DIY," kata Eko.

Sementara dari Fraksi PKS, Huda Tri Yudiana menganggap wajar tindakan guru sebagai pendidikan menyarankan sesuatu yang baik bagi siswinya, sepanjang tidak melanggar aturan yang berlaku.

"Peristiwa guru menyarankan berjilbab bagi siswi muslim menurut saya wajar, kalau pada siswa non muslim itu yang tidak boleh. Terlebih lagi, Disdikpora sudah memfasilitasi siswi itu pindah sekolah. Jadi jangan dibesar-besarkan lagi," terangnya secara tertulis.

Wakil Ketua DPRD DIY ini menilai saran penggunaan jilbab oleh guru itu mirip saran melaksanakan salat jamaah, puasa Ramadhan, tidak mengonsumsi narkoba kepada siswa yang sesuai agamanya.

"Memang itu tugas guru. Jadi bukan ranah intoleransi, tapi proses pendidikan. Jangan dibesarkan, apalagi dikaitkan dengan intoleransi. DIY miniatur Indonesia dalam hal toleransi," ucapnya.

Read Next