logo

Gagasan

Pandemi Covid-19 Memperparah Krisis Literasi Indonesia

15 April, 2022 05:59 WIB
Pandemi Covid-19 Memperparah Krisis Literasi Indonesia
Ketua Bidang Pendidikan Karakter OASE-KIM dan Pembina Ikawati Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ratna Megawangi dalam kegiatan Webinar Parenting Kartini Indonesia “Peran Ibu Dalam Mewujudkan Generasi Cerdas Literasi” yang digelar oleh Indonesia Heritage Foundation (IHF) dan Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Indonesia Maju (KIM), Kamis (14/4/2022) di kanal YouTube IHF (Eduwara/Bhakti)

Eduwara.com, JAKARTA – Pandemi Covid-19 memperparah kondisi literasi masyarakat di Indonesia. Padahal kecakapan literasi sangat dibutuhkan untuk kemampuan berkomunikasi, menulis, berpikir kreatif.

Hal ini diungkap oleh Ketua Bidang Pendidikan Karakter OASE-KIM dan Pembina Ikawati Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ratna Megawangi dalam kegiatan Webinar Parenting Kartini Indonesia “Peran Ibu Dalam Mewujudkan Generasi Cerdas Literasi” yang digelar oleh Indonesia Heritage Foundation (IHF) dan Organisasi Aksi Solidaritas Era (OASE) Kabinet Indonesia Maju (KIM), Kamis (14/4/2022) di kanal YouTube IHF.

Berdasarkan data UNESCO indeks literasi Indonesia berada di rangking 62 dari 70 negara. 

Ratna Megawangi menuturkan, dalam data terbaru di 2022, minat baca rakyat Indonesia hanya 0,001. 

“Ini berarti dari 1000 orang Indonesia ternyata hanya satu orang yang minat membacanya tinggi. Ini sangat mengkhawatirkan. Apalagi masa pandemi Covid-19 makin memperparah hal ini siswa karena anak usia dini tidak bisa belajar seperti biasanya di sekolah,” papar Ratna.

Kondisi ini, lanjut Ratna, dibuktikan dengan sebuah penelitian nyata dimana skor literasi siswa kelas I SD turun drastis dari 129 menjadi 77. “Ini merupakan penurunan yang besar sekali, mencapai 40 persen,” ujar Ratna.

Kebanyakan orang tua memahami hal ini dan melakukan upaya agar anak-anaknya menjadi suka membaca, misalnya dengan menyediakan berbagai buku bacaan. Namun ternyata, lanjut Ratna, tidak semua dihadirkan dengan suasana yang menyenangkan dan malah membuat anak merasa tertekan.

Direktur Pelatihan dan Operasional Indonesia Heritage Foundation (IHF) Rahma Dona menuturkan, masyarakat dengan literasi buruk cenderung bersikap penuh kekerasan karena tidak memiliki kemampuan berpikir kritis dalam berkomunikasi dan menganalisis informasi. 

Untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul abad-21 diperlukan anak yang mampu berpikir kritis dan kreatif serta karakter yang kuat. 

“Anak yang membaca atau dibacakan sejak dini memiliki kecerdasan dan tingkat prestasi akademik lebih baik dibandingkan anak yang tidak membaca/ dibacakan bacaan dan ini terbawa sampai dewasa,” papar Dona.

Sejak anak berusia dini, Dona mengatakan, kemampuan literasinya harus dikembangkan diantaranya dengan cara menciptakan suasana yang menyenangkan saat membacakan anak cerita atau dongeng atau mengajarkan membaca. 

“Apresiasi setiap pencapaian yang dilakukan anak, jadikan diri kita sebagai model yang dapat anak contoh untuk ditiru dengan baik, libatkan anak dalam setiap kegiatan literasi yang menyenangkan. Agar tidak bosan stimulasi dilakukan secara bervariasi. Letakkan harapan sewajarnya dan tidak berlebihan,” tutur Dona. 

Read Next