logo

Sains

Paparan Sinar Matahari Pengaruhi Suasana Hati

Paparan Sinar Matahari Pengaruhi Suasana Hati
Ilustrasi (https://ugm.ac.id/)
Redaksi, Sains20 Februari, 2022 20:01 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Paparan sinar matahari memiliki dampak yang kuat pada kesehatan mental, terutama suasana hati. Hal ini karena sinar matahari berperan penting dalam memengaruhi zat dalam tubuh, termasuk zat yang berperan dalam mengatur suasana hati.

Hal itu dikatakan pakar kesehatan jiwa dari UGM, Ronny Tri Wirasto, dalam laman resmi UGM, Kamis (17/2/2022).

“Kalau dikatakan sinar matahari berpengaruh terhadap suasana hati atau suasana hati itu memang betul karena berpengaruh terhadap zat serotonin dalam tubuh yang menjaga kita dalam suasana hati yang baik dan tetap segar,” katanya.

Ronny menjelaskan paparan sinar matahari akan merangsang otak untuk memproduksi serotonin dalam tubuh. Zat ini membantu dalam mengatur perasaan hati seperti bahagia, sedih, nyaman, cemas, nyeri dan lainnya. 

Paparan yang cukup akan meningkatkan produksi zat ini dan menjaga suasana hati untuk tetap baik dan rasa segar di siang hari. Sebaliknya, apabila kandungan zat dalam tubuh rendah bisa memengaruhi suasana hati menjadi tidak nyaman.

“Kalau suasana hati sedang low, biasanya suka yang redup-redup dan berdiam di kamar. Ini memang mekanisme tubuh saat mood tidak baik, namun harus dipaksa untuk terpapar matahari agar suasana hati bisa bagus lagi,”paparnya.

Selanjutnya, kata Ronny, saat malam hari, pelepasan zat serotonin akan menurun. Sebab, otak tidak lagi terangsang memproduksi serotonin. Setelahnya, tubuh akan mulai melepas zat melantonin yang memicu rasa mengantuk dan lelah.

“Paparan matahari yang cukup akan memicu peningkatan zat melantonin di malam hari, yang mendorong rasa kantuk dan lelah sehingga tidur malam lebih lelap,” jelasnya.

Ronny, yang juga Ketua Prodi Pendidikan Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa FKKMK UGM, mengatakan sinar matahari menjadi persoalan bagi orang-orang yang tinggal di wilayah sub tropis atau memiliki empat musim. Pasalnya, sinar matahari menjadi hal langka di wilayah tersebut saat musim dingin. Kondisi ini menjadi tidak menyenangkan bagi orang dengan Seasonal Affective Disorder (SAD).

“SAD ini merupakan gangguan suasana perasaan hati terkait musim yang banyak terjadi di negara dengan empat musim dan menguat saat musim dingin. Gangguan ini jarang terjadi di negara tropis,”ucapnya.

Dede

Di negara yang berada di wilayah subtropis akan melewati masa-masa perubahan musim yang begitu nyata. Perbedaan suhu saat musim panas dan musim dingin terjadi begitu signifikan. Hal tersebut sangat memengaruhi tubuh untuk berespons, salah satunya perasaan. Sementara itu, perbedaan suhu yang ekstrem tidak terjadi di negara-negara tropis.

Untuk memenuhi kebutuhan sinar matahari bagi tubuh, lanjut Ronny, biasanya di negara empat musim akan dilakukan terapi cahaya. Terapi dilakukan dengan menggunakan lampu LED dengan kapasitas tertentu serta dipaparkan dalam dosis tertentu.

Ronny mengungkapkan tidak sedikit masyarakat yang berada di wilayah tropis, termasuk Indonesia dengan keberlimpahan paparan sinar matahari kurang mendapatkan asupan sinar matahari. Terlebih pada pekerja kantoran dan anak-anak yang menjalani sekolah full day. 

“Keduanya menjadi kelompok yang berisiko karena lebih sering berada di dalam ruangan sepanjang hari yang minim akses cahaya matahari dan hanya dengan penerangan buatan. Ditambah di tengah kondisi pandemi Covid-19, penerapan bekerja maupun sekolah dari rumah untuk menekan penyebaran Covid-19,” paparnya.

Untuk mengatasi hal itu, Ronny menyampaikan perlunya pengaturan paparan cahaya matahari. Salah satunya dengan berjemur pada pagi hari.

“Hidupkan lagi tradisi ‘dede’ atau karena tidak untuk mengaktifkan vitamin D, namun juga menjaga suasana hati itu terbukti secara ilmiah,” tegasnya.

Selain itu, dapat dilakukan dengan melakukan pengaturan di tempat kerja atau sekolah. Upayakan setiap ruangan di kantor, sekolah, maupun rumah mendapatkan akses masuknya cahaya matahari.

Read Next