logo

Sekolah Kita

Pelajar Anggap Kekerasan di Sekolah Sekadar Guyonan

Pelajar Anggap Kekerasan di Sekolah Sekadar Guyonan
Aksi perundungan hingga kekerasan oleh pelajar masih dianggap sebagai sebuah guyonan belaka. Ini merupakan hasil penelitian mahasiswa S3 Prodi Ilmu Pendidikan SPS UNY Muhammad Ridlo Muttaqin. (EDUWARA/Dok. UNY)
Setyono, Sekolah Kita29 Maret, 2023 18:10 WIB

Eduwara.com, JOGJA – Aksi perundungan hingga tindakan kekerasan yang dilakukan para pelajar, baik di lingkungan sekolah maupun di luar, masih dianggap sebagai sebuah guyonan belaka. Ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Muhammad Ridlo Muttaqin.

"Motif yang melatarbelakangi pelaku yaitu karena balas dendam. Tapi mayoritas karena bercanda dan menganggap tindakannya tidak serius," jelas mahasiswa S3 Prodi Ilmu Pendidikan SPS UNY, Rabu (29/3/2023).

Lewat penelitian yang dituangkan dalam disertasi berjudul 'Strategi Pendidikan Agama Islam dalam Mengatasi Kekerasan di Sekolah', Ridlo menyatakan aksi perundungan hingga kekerasan telah menjadi fenomena yang kemunculannya semakin merambah ke dunia pendidikan, termasuk di ruang-ruang sekolah.

Dari penelitian ini didapatkan praktik-praktik kekerasan di sekolah dalam bentuk bullying masih terjadi di lingkungan sekolah. Tindakan tersebut seperti, mengejek secara fisik, melempar dan menusuk dengan menggunakan alat tulis, menyembunyikan barang dan mengejek dengan kalimat sindiran.

"Dampak yang ditimbulkan dari tindak bullying tersebut seperti dampak fisik maupun psikis," lanjutnya.

Motif yang melatarbelakangi pelaku yaitu karena balas dendam serta mayoritas karena bercanda dan menganggap tindakannya tidak serius.

Melalui kajiannya, Ridlo mengatakan upaya sekolah untuk mengantisipasi dan mengatasi kasus kekerasan meliputi tiga hal, yaitu membuat kebijakan kepala sekolah, menyusun kurikulum dan program sekolah, dan mengoptimalkan kegiatan siswa. 

"Saya juga juga menerapkan pola strategi Pendidikan Agama Islam untuk mengatasi kekerasan di sekolah yaitu, pembinaan terprogram, pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, serta pendampingan kepada siswa," ungkapnya.

Dalam ujian terbukanya, Ridlo berharap implementasi tiga pola strategi dapat mengatasi kasus kekerasan di sekolah. Ridlo melakukan penelitian di SMK VIP Ma'arif NU 1 Kemiri, SMK Sawunggalih Kutoarjo, dan SMK HKTI Kutoarjo.

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto mendesak Pemda DIY untuk membentuk Satgas Penanganan Kasus Kejahatan Jalanan atau Klitih. (EDUWARA/Dok. DPRD DIY)

Satgas Pemberantasan Klithih

Secara terpisah, dalam siaran persnya, Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto mendesak Pemda DIY untuk membentuk Satgas Penanganan Kasus Kejahatan Jalanan atau Klitih.

Adanya fenomena aksi kekerasan jalanan oleh anak-anak remaja, menurut Eko, harus menjadi perhatian orang tua lebih serius.

"Tapi bagaimana bisa berjalan kalau orang tua ada dalam situasi kemiskinan dan alami kesenjangan pendapatan? Ini butuh solusi kebijakan pemda," katanya.

Sebagai langkah terukur dan kebijakan yang tepat, Eko menyatakan sudah saatnya DIY memiliki Satgas Pemberantasan Klithih. Langkah ini, menurutnya, perlu didukung dengan kewenangan luar biasa dan anggaran yang cukup untuk sarana dan prasarana.

Nantinya, anggota Satgas terdiri dari aparat penegak hukum Polri/TNI dan Kejaksaan serta Kumham, perguruan tinggi, lembaga lain dan tokoh masyarakat. Kemudian Satgas bertanggung jawab kepada pembina wilayah, dalam hal ini Gubernur DIY.

"Ada tiga tugas utama yang menjadi ranah pertama pembentukan Satgas ini yaitu pencegahan lewat edukasi dan patroli rutin, kedua penegakan hukum dan ketiga rehabilitasi mental," ujarnya.

Bagi Eko, kehadiran Satgas ini untuk memperkuat prinsip negara, tidak boleh kalah dari kejahatan jalanan yang terorganisir ini.

"Komisi A, segera dalam waktu dekat ini, akan menggelar rapat kerja dengan Pemda membahas tentang usulan pembentukan satgas ini," kata Eko.

Read Next