Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JAKARTA – Pelibatan jurnalis masih sangat minim untuk mengeksplorasi hasil riset yang dilakukan oleh perguruan tinggi. Banyak riset yang diciptakan namun hanya menumpuk begitu saja tanpa terekspose ke publik sehingga tidak banyak diketahui.
Di sinilah peran jurnalis yang seharusnya dilibatkan dalam mempublikasikan hasil riset yang diciptakan oleh perguruan tinggi. Jika jurnalis dilibatkan, maka publik bisa mengetahui akan penemuan-penemuan riset yang dihasilkan melalui karya jurnalistik jurnalis tersebut di media online atau media mainstream.
Hal ini diungkap oleh Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin Hafied Changara dalam webinar bertajuk “Kolaborasi MBKM Dalam Pengembangan Riset, Inovasi, dan Teknologi di Era Disrupsi Digital” yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Senin (6/12/2021).
Selama ini, jurnalis di Indonesia, sangat jarang dilibatkan dalam publikasi hasil riset yang dilakukan perguruan tinggi. Kondisi ini bertolak belakang dengan keadaan di negara lain, dimana para jurnalis dilibatkan dalam publikasi hasil riset.
“Contohnya di Jepang, kampus mengundang ratusan wartawan untuk masuk kampus. Mereka dilatih untuk kenal riset. Jadi mereka masuk kampus bukan untuk meliput hal negatif, tawuran misalnya, tapi mereka dilatih untuk mengenal riset yang dihasilkan perguruan tinggi,” papar Hafied.
Dirinya mengaku miris dengan sangat jarangnya para jurnalis menulis tentang hasil riset. Namun hal tersebut dapat dipahami karena ketiadaan pelibatan dari perguruan tinggi.
“Hal ini juga berimbas kepada ketidaktahuan dunia industri akan suatu riset yang tercipta. Karena ini tidak terpublikasi,” ujar Hafied.
Peneliti sendiri dalam menulis hasil riset menggunakan bahasa yang ilmiah sehingga sulit dipahami oleh masyarakat luas dan hanya dapat dimengerti oleh sesama peneliti lainnya dan para akademisi. Menurut Hafied, di sinilah peran penting jurnalis untuk dilibatkan, agar hasil riset bisa diketahui masyarakat luas dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh orang awam.
“Saya menyebutnya science communication atau komunikasi sains. Ini adalah semacam ilmu baru yang dapat digunakan agar sains dapat lebih mudah dimengerti. Peneliti jangan hanya fokus pada publikasi ilmiah saja tapi juga paparkan di berbagai media digital,” tutur Hafied.
Kemudian, lanjut Hafied, jurnalis harus diajak memahami hasil riset dan menyebarkan serta membumikan hasil riset. Dengan demikian sains komunikasi ini dapat terjalin dan link and match antara apa yang dihasilkan dari riset di perguruan tinggi dengan apa yang dibutuhkan oleh dunia industri dan dunia usaha.
“Karya jurnalistik yang berdasarkan hasil riset ini padahal sangat berkaitan erat dengan kondisi kesehatan masyarakat dan juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkas Hafied.
Bhakti