Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA - Devita Amalia Anggraini (25) berhasil menyelesaikan kuliah di Program Studi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Bersama 1.365 wisudawan yang diwisuda pada Sabtu (26/2/2022), Devita menjadi satu dari tiga penyandang disabilitas yang berhasil menyelesaikan kuliah di UNY.
Devita mengalami ketunadaksaan karena kecelakaan yang menyebabkan kedua kakinya tidak imbang tumbuh panjangnya. Kondisi disabilitas kaki Devita hanya berada pada kaki kanan, sehingga kaki kiri masih dapat berjalan secara normal.
"Awal usia sekolah dasar (SD) saya masih dapat berjalan tanpa alat bantu namun seiring pertambahan usia terdapat perbedaan panjang antara kaki kanan dan kiri," kata Devita lewat rilis Senin (28/2/2022).
Gadis yang tinggal di Terban, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta itu menempuh semua jenjang pendidikan dari SD hingga SMK di ranah pendidikan umum. Selama ini, Devita mampu mandiri dalam bermobilitas dengan motor yang dimodifikasi.
Diterima melalui jalur Seleksi Mandiri Ujian Tulis, alumni SMKN 7 Yogyakarta memperoleh bantuan pendidikan dari suatu lembaga di kawasan tempat tinggalnya.
"Yang membuat saya bersyukur dan semakin percaya, selalu ada jalan keluar selama kita yakin pada tindakan yang diambil. Lembaga tersebut selain memberikan saya bantuan finansial juga selalu memberikan bantuan psikologis seperti memberi semangat dan mendengarkan keluh kesah yang saya alami selama perkuliahan," katanya.
Beasiswa Afirmasi Pendidikan Difabel
Bantuan pendidikan tersebut berhenti pada saat Devita berusia 22 tahun. Atas izin Allah, kemudian Devita memperoleh bantuan pada akhir semester tujuh, yaitu Beasiswa Afirmasi Pendidikan Difabel, yang membantunya dalam penyelesaian kuliah di program studi.
Beasiswa tersebut diperoleh Devita selama 3 semester. Karena beasiswa tersebut, ia tidak perlu memikirkan biaya untuk melunasi tagihan biaya kuliah berupa Uang Kuliah Tunggal (UKT), yang termasuk golongan IV atau sejumlah Rp3,1 juta.
"Perasaan minder yang muncul terkadang adalah karena saya difabel. Namun saya tidak memiliki pengetahuan atau pengalaman mengenai difabel yang lain, yang membuat saya merasa tidak mengetahui apapun tentang kondisi yang saya alami" ungkapnya.
Berkat kuliah di Pendidikan Luar Biasa inilah Devita mengetahui dan memahami banyak hak-hak yang seharusnya diperoleh siswa yang mungkin pada saat sekolah seharusnya memperoleh hak-hak itu.
Pada saat magang atau mengajar keberadaannya dapat menjadi motivasi siswa atau orang tua yang lain bahwa kondisi disabilitas itu hanya ‘cangkang’ yang di dalamnya ini kami 'normal' dan perlu memperoleh hak-hak yang sama, yang hanya perlu penyesuaian tertentu untuk dapat menjadi sama dengan orang lainnya.
"Saya memiliki teman-teman yang dengan tulus berteman dengan saya tanpa memandang kondisi yang saya miliki, sehingga meskipun saya disabilitas dan bersekolah di sekolah umum, saya dapat memperoleh pendidikan dan dapat bersosialisasi dengan teman-teman yang lain tanpa masalah" paparnya.
Devita mampu meraih indeks prestasi luar biasa dalam kelulusannya, yaitu 3,5. Ia berharap ke depan, dapat segera memperoleh pekerjaan yang sesuai sehingga bisa segera masuk dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), ikut Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam jabatan atau masuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).