Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, SOLO—Tidak ingin budaya Jawa dilupakan anak-anak, SDN Cemara Dua Solo mengajak anak-anak menggunakan seragam beskap dan kebaya setiap hari Kamis.
Kepala Sekolah SD Cemara Dua Solo Eni Idayati menungkapkan tujuan anak-anak menggunakan pakaian adat Jawa agar mereka tetap mencintai budaya Jawa, khususnya Solo.
"Orang tua siswa mendukung kebijakan ini. Mereka cukup senang karena tujuannya baik, melestarikan adat-istiadat Jawa " kata Eni saat ditemui Eduwara.com di SD Cemara Dua Solo, Kamis (13/1/2022).
Program tersebut menurut kepala sekolah sudah dimulai sejak 2011. Di samping melestarikan budaya Jawa, penggunaan pakaian adat Jawa oleh siswa juga sekaligus menjadi ciri khas siswa SD Cemara Dua Solo. Hal tersebut karena sekolah lain di Solo masih belum yang menerapkan program tersebut.
"Siswa memakai beskap dan kebaya tiap hari Kamis sudah sejak lama. Tepatnya sejak pemerintah Solo menetapkan pegawai negeri sipil [PNS] yang bertugas di Kota Solo memakai beskap dan kebaya," ucap kepala sekolah itu.
Selain itu, lanjut Eni, upaya sekolah agar siswa tetap mengenal budaya Jawa dengan cara membiasakan penggunaan bahasa Jawa. Program itu juga dilakukam setiap hari kamis.
"Untuk penggunaan bahasa Jawa, minimal harus digunakan di awal pembelajaran. Guru menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar," turun dia.
Eni melanjutkan, implementasi penggunaan bahasa Jawa dalam pembelajaran tidak mudah. Ada beberapa tahap-tahap yang harus dilakukan oleh sekolah. Hal itu mengingat latar belakang siswa-siswa SD Cemara yang beragam dan multikultur.
"Memang ada beberapa kelas yang wajib menggunakan bahasa Jawa, tapi ada juga kelas yang tidak diharuskan. Hal itu karena ada siswa yang tidak asli dari Solo, misalnya ada siswa dari Jakarta, ada juga siswa dari Madura," terang Eni.
Meskipun demikian, menurut Eni sekolah sebisa mungkin tetap mengajarkan bahasa Jawa. Guru-guru berupaya menggunakan bahasa Jawa krama kepada siswa. Secara perlahan dan sedikit demi sedikit siswa diharapkan paham apa yang diucapkan oleh guru.
"Siswa pasti akan meniru gurunya, minimal kata-kata yang familir, sugeng enjing misalnya. Kami terus berproses, memberi contoh kepada siswa tanpa memaksa dan menekan siswa. Sehingga siswa tidak merasa terbebani," imbuh kepala sekolah tersebut. (M. Diky Praditia)