logo

Sekolah Kita

Taman Baca Alfabet Kopen Sae Bangun Imajinasi dan Kreativitas Anak

Taman Baca Alfabet Kopen Sae Bangun Imajinasi dan Kreativitas Anak
Belasan anak membaca buku di Taman Baca Alfabet Kopen Sae,baru-baru ini. (Eduwara.com/ Dok. Istimewa Taman Baca Alfabet Kopen Sae)
Redaksi, Sekolah Kita28 Desember, 2021 23:14 WIB

Eduwara.com, SUKOHARJO—Ratusan buku itu tersusun rapi di sejumlah rak yang terletak di teras rumah Fauzul Hanif, warga Kopen, Kartasura, Sukoharjo, Jateng. Buku berbagai judul tersebut sengaja diletakkan di teras, agar anak-anak yang datang bisa memilih buku yang diinginkan dengan mudah. Anak-anak itu bisa meminjam buku-buku yang disediakan untuk dibaca di tempat.

Rumah Fauzul selama ini dikenal warga sebagai taman baca. Sejak 2018 dia dan istrinya berinisiatif mendirikan taman baca yang dinamai Taman Baca Alfabet Kopen Sae.

Sebagai taman baca rumah itu tampak nyaman. Selain penataan buku yang rapi, juga ada taman di depan rumah yang menambah suasana asri.

Saat Eduwara.com mengunjungi taman baca itu terlihat puluhan anak sedang menonton film Nussa dan Rara. Film itu bercerita tentang anak-anak bersosialisasi dengan teman dan berbakti kepada orang tua. Saat anak-anak asyik menonton film, Fauzul Hanif dan istrinya mendampingi mereka.

Taman Baca Alfabet Kopen Sae, Kartasura, Sukoharjo (Eduwara.com/ K. Setia Widodo)

 

Menurut Hanif, taman baca tersebut dikhususkan anak usia SMP ke bawah. Hal itu sejalan dengan makna dari pemilihan nama yaitu menjadi tempat tumbuh kembang awal anak untuk meningkatkan minat baca.

“Taman baca ini dibangun bersama warga Kopen, sehingga namanya taman baca Alfabet Kopen Sae. Mulai dibangun pada April 2018 yang berawal dari keinginan kami berdua dan dukungan dari Bapak Arif,” kata dia saat diwawancarai Eduwara.com.

Donasi Buku

Hanif menuturkan setiap hari taman baca selalu terbuka bagi anak-anak yang ingin membaca buku. Donasi buku tidak terhitung sehingga buku yang ada sudah direduksi 50 persen. Sisanya ditaruh di taman baca Alfabet cabang Makamhaji dan Ponorogo.

“Karena kebanyakan akhirnya rolling buku. Kadang kami mendapatkan buku dari warga sekitar. Dua bulan, tiga bulan kami rolling agar anak-anak tidak bosan. Ketika anak-anak sudah bosan di rumah karena pandemi, jam setengah enam mereka sudah datang kemari untuk membaca buku,” tambah dia.

Menurut Hanif, taman baca memberikan hal yang tidak diberikan oleh sekolah. Di taman baca Alfabet Kopen Sae buku pelajaran seperti lembar kerja siswa (LKS) tidak ada.

Anak-anak berfoto bersama setelah acara nonton film di Taman Baca Alfabet Kopen Sae, Sabtu (25/12/2021) (Eduwara.com/ K. Setia Widodo)

 

“Buku-buku LKS kami tolak, karena ini sudah selesai di sekolah. LKS tidak ada sisi yang membangun imajinasi dan kreativitas. Maka harus ada infrastruktur yang membantu yaitu taman baca. Di tingkat nasional juga sadar bahwa taman baca seharusnya tidak terpisahkan,” jelas Hanif.

Dia menambahkan, minat baca anak usia SD sudah berkurang. Mereka selesai sekolah kemudian memegang gawai. Salah satu yang ingin dia sasar yaitu pengurangan penggunaan gawai. Pihak sekolah tidak bisa menjamah ranah tersebut.

“Otoritas mereka ya hanya di sekolah. Di luar sekolah ada orang tua, paling minim hanya mengajak. Namun mengajak ke mana kalau tidak ada tempatnya, jadi perlu wadah yaitu taman baca. Jika banyak taman baca setidaknya permasalahan tersebut bisa berkurang,” tambah dia. Ke depan dia berharap pandemi segera berakhir sehinga rencana-rencana yang sudah dipersiapkan bisa terlaksana. (K. Setia Widodo)

 

Editor: Riyanta

Read Next