logo

EduBocil

Taman Baca Masyarakat Semburat, Pelan Tapi Pasti Jadi Wadah Edukasi

Taman Baca Masyarakat Semburat, Pelan Tapi Pasti Jadi Wadah Edukasi
Dua pemuda desa Temuireng sedang membaca buku di Taman Baca Masyarakat Semburat, Temuireng, Jatinom, Klaten, Rabu (4/1/2023). (Eduwara/K.Setia Widodo)
Redaksi, EduBocil05 Januari, 2023 16:16 WIB

Eduwara.com, KLATEN – Keberadaan taman baca ibarat sebuah oase di padang pasir. Terlebih lagi bagi masyarakat maupun anak-anak di wilayah pedesaan yang mana masih mengalami keterbatasan akses untuk membaca buku selain di perpustakaan sekolah.

Hal itulah yang membuat Alumnus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Soleh Febriyanto membuat Taman Baca Semburat di desa kelahirannya yakni di Temuireng, Jatinom, Klaten. Menurut dia, Desa Temuireng termasuk di wilayah pelosok dan banyak ruang kosong yang belum terisi. Maka dari hal tersebut dia bergerak untuk membuat taman baca masyarakat.

“Masyarakat masih asing mendengar tentang taman baca. Kemudian kami mengenalkan taman baca berikut program-programnya. Tidak muluk-muluk, yang terpenting ada kegiatan bersama anak-anak, srawung dengan yang dewasa, diskusi-diskusi. Jadi kami awali dengan kegiatan yang ringan seperti diskusi tadi. Intinya ruang kosong itu kami isi dengan taman baca,” jelas dia kepada Eduwara.com, Rabu (4/1/2023) di kediamannya.

Penamaan Semburat, sambung Soleh, berangkat warna terbitnya matahari di ufuk timur. Selain itu juga merujuk kepada warna buah yang menjelang matang, sehingga diharapkan Taman Baca Semburat selalu cantik, memanjakan mata dan pada akhirnya bermanfaat pada lingkungan sekitar.

Soleh menambahkan, koleksi buku bagi anak di Taman Baca Semburat sudah mencapai sekitar 250-an. Sedangkan bagi usia dewasa sudah 500-an buku. Antusias anak cukup bagus terlebih orang tua yang juga mendukung. Kegiatan taman baca yang sudah berjalan yaitu kegiatan belajar mengajar, diskusi bulanan, juga outbond bersama anak-anak.

“Anak-anak diajak berkeliling untuk lebih mengenal desa diselingi dengan permainan-permainan. Ya syukur-syukur bisa sedikit mengurangi ketergantungan dengan gawai. Hal ini mungkin bukan hanya bagi masyarakat Temuireng saja, kalau menonton anak yang suka bermain gawai itu rasanya miris,” imbuh dia.

Terkait dengan diskusi yang diselenggarakan, Soleh menuturkan pembahasan diskusi tidak lepas dari tema-tema yang dekat dengan masyarakat desa. sehingga yang dibahas bisa dijangkau oleh masyarakat.

“Ke depannya kami ingin diskusi tentang tanaman. Di Jawa kan ada petung-nya, kalau di bulan tertentu cocoknya menanam apa. Karena sejak musim tanam hingga panen terkena hama urat. Siapa tahu ada solusi dari sisi budaya dan ilmiah dari dinas atau pendamping pertanian. Daripada membahas ekonomi nasional dan sebagainya lebih baik ngrembug yang ada kaitan dengan sosial masyarakat saja to,” tutur dia.

Kegiatan lain yang diadakan berupa outbond yang mengajak anak-anak sekitar untuk mengenal tinggalan yang ada di Desa Temuireng. Mengingat di desa tersebut terdapat bangunan zaman Belanda yaitu jembatan pengangkut tebu. Menurut dia, banyak anak-anak yang belum mengetahui keberadaan bangunan itu.

“Sebelum hancur termakan usia setidaknya mereka tahu dulunya di sini merupakan ladang tebu, terlewati kereta Lori, dan ada pabrik tebunya. Kita kenalkan sambil belajar alam dan menjaga keakraban anak-anak. Nantinya kalau terealisasi, anak-anak juga akan kami ajak ke Candi Sojiwan,” jelas dia.

Soleh berharap Taman Baca Semburat berjalan mbanyu mili, pelan tapi pasti. Hal yang terpenting ialah Taman Baca Semburat tetap hidup, bersama-sama merawat, serta partisipasi anak-anak maupun masyarakat tetap terjaga. (K. Setia Widodo)

Read Next