Bagikan:
Bagikan:
Eduwara,JOGJA – Perundungan (Bullying) pada anak tidak hanya sering terjadi pada di lingkungan sekolah, namun juga terjadi di rumah. Perundungan yang menyasar pada kepribadian dibandingkan dengan perilaku akan berdampak panjang pertumbuhan anak.
Hal ini menjadi benang merah dalam Webinar Edutalk "Stop Bullying pada Anak' yang diselenggarakan Yayasan Sesawi pada Sabtu (5/2/2022). Hadir dua pembicara utama yaitu psikolog, konselor dan Direktur Esensi Mitra Solusi FP Dwi Ani Fegda bersama psikolog sekaligus penulis buku parenting E Widyo Hari Murdoko.
"Perundungan rata-rata dialami oleh anak-anak di SD-SMP. Mereka biasanya merasa tidak dirundung karena tidak tahu. Jika ini terjadi terus-menerus maka tidak bisa ditolong lagi. Bila dalam kondisi seperti ini perundungan menjadi sesuatu yang bisa diterima," kata Ani dalam paparannya.
Menurut Ani, jenis-jenis perundungan sebenarnya sangat banyak dibanding yang sudah diketahui umum saat ini seperti digampar, ditabok, ditendang, dijauhi, disingkirkan atau mendapatkan kekerasan fisik maupun psikologi.
Namun yang belum diketahui, bahwa perundungan itu tidak hanya mengandung unsur kekerasan saja namun juga sebagai upaya para pelaku untuk mengintimidasi dan mengontrol korban agar bisa terus-terus menjadi bahan perundungan.
Sekolah menjadi tempat yang paling banyak terjadinya perundungan karena lemahnya pengawasan yang dilakukan guru. Biasanya perundungan terjadi di belakang guru, bukan di depan guru.
"Perundungan yang terjadi biasanya dilakukan dalam bentuk fisik oleh anak yang lebih besar kuat, besar dan lebih agresif baik secara berkelompok atau individu. Dari sini lalu muncullah perundungan selanjutnya yang diterima korban," katanya.
Bahkan tidak hanya perundungan dalam bentuk fisik maupun psikologis. Perundungan pada intelektualitas dan kemampuan berlebih yang dimiliki anak juga menjadi sasaran oleh mereka yang iri. Hal ini biasanya bertujuan untuk menjatuhkan semangat korban.
Keberanian
Ani mengatakan salah satu cara paling efektif melawan perundungan, selain melaporkan ke guru dan orang tua, adalah melawannya sendiri. Dia menyarankan jika mendapatkan perundungan anak harus menunjukkan keberaniannya dengan cara bertanya tegas tentang apa yang diinginkan pelaku atau menatap pelaku. Berlagak masa bodoh dan tidak usah dipikir juga menjadi solusi melawan perundungan.
"Tapi yang terpenting, guru harus memiliki kepentingan dalam mengembangkan jalinan pertemanan dengan membuka jalan perkenalan dan mengenalkan bagaimana rasanya pertemanan. Sehingga ini tidak menimbulkan isolasi bagi pelaku pada korban," jelasnya.
Psikolog Hari Murdoko melihat tidak hanya di sekolah, perundungan juga terjadi di rumah. Terkadang hal ini dilakukan oleh orang tua dengan tidak sadar saat bercanda. Ia mencontohkan penyebutan anak dengan kepribadian negatif tentunya akan tertanam panjang di benak anak.
"Jika ingin bersikap tegas pada anak, jangan menyerang kepribadiannya. Tetapi perilakunya. Jangan hanya karena sebuah peristiwa anak dicap hakikat dirinya sebagai anak yang malas," katanya.
Menurutnya orang tua marah itu diperbolehkan, asalkan sesuai dengan konteks peristiwanya yang kemudian memberikan sesuatu pelajaran yang bisa mengembangkan pribadi maupun sosok anak. Marah yang mengembangkan lebih penting daripada melampiaskan dengan sembarangan.
Hari mengatakan perundungan secara umum akan berdampak atau menyerang empat aspek struktur kepribadian setiap individu mesti bentuknya berbeda-beda.
Pertama yaitu intelektual yang ditandai dengan kehilangan konsentrasi dan fokus, fisik yang sering sakit-sakitan karena gangguan psikologis, emosi yang terlihat anak tidak bisa mengekspresikan apa yang dia rasakan dan terakhir hakekat diri anak yang menolak dirinya sekarang.
"Saya sepakat perundungan itu seperti benih. Jika dibiarkan tumbuh subur dan dipelihara dengan terus disiram, maka dia akan melahirkan tindakan kekerasan yang lain," ungkapnya.