Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, KARANGANYAR – Malam hari sebelum tanggal kemerdekaan Indonesia menjadi salah satu malam yang istimewa bagi sebagian besar masyarakat Solo Raya. Pada malam tersebut, para warga berbondong-bondong menyatu di tempat yang sudah disepakati.
Kegiatan seperti itu sering disebut Tirakatan. Di dalam acara itu, mereka tak sekadar berkumpul, namun bersyukur dengan peringatan kemerdekaan Indonesia. Tak lupa mereka juga berdoa untuk keselamatan warga dan negara Indonesia khususnya.
Demikian pula yang dilakukan masyarakat Rukun Warga (RW) 7, Kelurahan Bolong, Karanganyar. Pada Selasa (16/8/2022) malam. Mereka berkumpul di halaman Balai Pertemuan setempat untuk Tirakatan.
Di tempat itu pula, para mahasiswa yang tergabung dalam tim Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kelompok 152 Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Periode Juli-Agustus bertugas.
Namun, ada yang berbeda dalam Tirakatan itu. Hal tersebut dikarenakan terdapat seperangkat gamelan yang sudah terjejer rapi. Setelah pembukaan, doa bersama, penyerahan hadiah, dan penampilan dari ibu-ibu dan karang taruna setempat, dilanjutkan acara penutup yakni penampilan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNS Solo, yakni Kelompok Kerja Teater Tradisional (KKTT) Wiswakarman.
Ketua tim KKN Kelompok 152 UNS Solo Wahyu Rintoko Aji mengatakan, pihaknya sengaja mengundang KKTT Wiswakarman. Hal itu disebabkan UKM yang bergerak di kesenian tradisional yakni kethoprak itu sudah terbiasa pentas di berbagai tempat.
“Tujuannya yaitu untuk mengenalkan atau mengingatkan kembali kepada masyarakat bahwa kita sebagai orang Jawa, kaya akan budaya. Salah satu budaya yang menjadi warisannya yakni kesenian kethoprak,” kata dia kepada Eduwara.com, Rabu (17/8/2022) melalui pesan Whatsapp.
Menurut Rintoko, jika melihat fenomena yang ada di masyarakat sekarang, kesenian-kesenian seperti itu agaknya sudah hampir hilang. Bahkan ada warga setempat yang tidak paham atau tidak tahu apa yang dinamakan kethoprak.
“Malah ada yang nyeletuk jika kethoprak adalah makanan yang berasal dari Jakarta. Nah itu kan miris. Apalagi kita sebagai orang Jawa, yang hidup dan makan dari hasil bumi bahkan orang tua asli Jawa, mosok dengan budaya sendiri tidak tahu,” tambah dia yang juga mahasiswa Pendidikan Bahasa Jawa itu.
Rintoko melanjutkan, dihadirkannya KKTT Wiswakarman ketika Tirakatan tidak lepas dari acara itu yang bisa menjadi satu kesempatan bagi seluruh warga berkumpul di satu tempat. Dia memandang, dalam kesempatan lain agaknya sulit untuk mengumpulkan warga seperti di acara tahunan tersebut.
“Karena kebanyakan adalah petani, jadi sudah fokus dengan pekerjaan masing-masing. Acara ini adalah kesempatan yang langka, dan menurut saya harus dimanfaatkan sebaik-baiknya,” tegas dia.
Antusias warga, sambung Rintoko, di luar perkiraan. Kesenian kethoprak yang tadinya oleh warga kurang begitu mendapat tanggapan, namun mereka terlihat terhibur, menikmati pementasan sedari awal hingga akhir.
“Harapannya, tidak lain tidak bukan, apalagi juga memperingati hari kemerdekaan Indonesia, setidaknya dengan acara itu bisa menumbuhkan cinta tanah air. Selain itu juga menumbuhkan cinta kepada budaya. Karena dengan budaya, kita menjadi masyarakat yang berperadaban” harap dia.
Pantauan Eduwara.com, para warga sudah berkumpul di tempat itu sehabis isya. Tim KKN Kelompok 152 terlihat ikut serta menjadi panitia. Acara dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dilanjutkan sambutan-sambutan dari perwakilan desa.
Setelah berdoa bersama, terdapat penampilan-penampilan yang dibawakan oleh ibu-ibu setempat dan karang taruna. Dalam kesempatan itu, juga diberikan hadiah kepada pemenang lomba-lomba yang sudah diselenggarakan sebelumnya.
Dalam kesempatan itu, KKTT Wiswakarman memainkan lakon berjudul Warisan. Gelak tawa penonton riuh ketika sesi para dhagelan atau pelawak bermain. Bahkan, salah seorang warga naik ke atas panggung untuk bernanyi.
Ibu-ibu setempat juga naik ke panggung untuk menari. Sontak, hal itu menambah meriahnya acara. Para warga juga antusias mengikuti jalannya lakon. Warisan bercerita mengenai dua bersaudara yang saling bersitegang akibat perbedaan pendapat mengenai warisan yang ditinggalkan oleh ayah mereka berdua.
Adegan terakhir memancing tepuk tangan warga. Pasalnya, kedua bersaudara itu kembali rukun karena mengetahui warisan yang ditinggalkan adalah bendera merah putih yang mana perlambang negara Indonesia. (K. Setia Widodo)