Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, SOLO—Tiga orang priyayi sedang berunding. Mereka kecewa dengan sikap pemerintah Hindia Belanda yang berlaku sewenang-wenang terhadap pribumi. Soewardi Soerjaningrat, Tjipto Mangoenkoeoemo, dan Ernest Douwes Dekker itulah nama ketiga orang itu.
"Ora kurang-kurang anggonku prihatin nyawang kahanan kiwa tengenku kang nguciwani. Anane kok amung pidak-pinidak marang sedulur jalaran meri papan palungguhan," Soewardi atau lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara itu membuka percakapan dengan ketus.
Douwes Dekker (diperankan Rakha Alfirdaus) seorang Belanda yang membela pribumi, juga merasa geram dengan sikap pemerintah yang tidak adil kepada rakyat pribumi. Ia mengusulkan kepada Soewardi dan Tjipto agar mendirikan partai politik untuk melawan pemerintahan saat itu.
"Boedi Oetomo wus miwiwiti iku, saiki wayah kang trep kanggo awake dhewe gawe organisasi nasional kang awujud partai. Uga nampa suku bangsa apa wae, lan dadi organisasi awujud partai kapisan ing Hindia," begitu ucap Dekker (diperankan Lucky Gusta).
Ketiganya mendirikan partai politik pertama di Hindia Belanda. Dengan semangat nasionalisme, partai itu diberi nama Indische Partij atau Partai Hindia.
Di sisi waktu, Pemerintah Hindia Belanda yang akan memperingati 100 hari kemerdekaan Belanda akan merayakan pesta besar-besaran. Hal tersebut membuat Gubernur Jendral Idenburg membuat kebijakan yang menyengsarakan rakyak dengan menaikkan beban pajak kepada pribumi.
"Sugeng enjing para warga Hindia yang berbahagia. Kehadiran saya di sini guna memberi kabar bahagia untuk kalian semua. Dalam rangka memperingati 100 tahun kemerdekaan Belanda dari penindasan Napoleon, saya beritahukan untuk semua warga Hindia, agar lebih giat mengumpulkan dana. Karena mulai saat ini pajak akan ditingkatkan untuk memenuhi keperluan perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda," terang Idenburg kepada warga di alun-alun.
Soewardi yang mendengar kabar tersebut kemudian menulis surat kabar untuk merespon kebijakan ngawur itu. Tulisan berjudul Seandainya Aku Seorang Belanda itu sampai di meja gubernur jenderal. Hingga membuat pemerintah Belanda marah. Akibatnya, Soewardi dan kedua rekannya dijebloskan ke penjara.
Tidak lama, ketiganya dibebaskan untuk sementara. Namun akhirnya mereka diasingkan ke Belanda. Sebelum pengasingannya, Soewardi bertemu dengan Soetartinah, kekasih hatinya.
Dengan diiringi tembang Kinanthi Sandhung, tepat di hari ulang tahun Soetartinah, percakapan mereka begitu haru, juga romantis. Mereka saling adu pandang, sesekali berpelukan. Layaknya sepasang kekasih yang sedang kasmaran.
"Kula boten kepengin pisah kaliyan panjenengan malih. Jenengan pungkasi kemawon gegayuhan ingkang nyenggol bab pulitik Kangmas. Kula namung kepingin panjenengan uwal saking pulitik lan panjenengan enggal miwiti cara sanes gayuh kamardikan," ucap Soetartinah yang diperankan oleh Sinta Dewi itu.
Soetartinah melanjutkan, ia meminta Soewardi, yang diperankan Ilham Gusti itu untuk mengingat cita-citanya, mencerdaskan warga pribumi. Ia ingin kekasihnya itu melawan Belanda dengan cara lain, tidak dengan kekerasan.
Tarian murid-murid Taman Siswa yang diperankan oleh anak-anak Sanggar Pelangi menutup pementasan teater tradisional berjudul Interniran Soewardi itu.
Pentas yang dihelat pada Sabtu (30/11/2021) di Teater Arena, Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Solo, itu dihadiri lebih kurang 100 penonton. Pentas itu digelar oleh mahasiswa yang tergabung dalam unit kegiatan mahasiswa Teater Tradisional Wiswakarman, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS).
Walaupun cuaca pada malam itu gerimis, namun tidak mengurangi antusiasme penonton untuk hadir. "Alhamdulillah bisa dibilang pentas ini berjalan lancar, tapi tetap ada celah celah yang harus diperbaiki. Itu akan menjadi evaluasi kami," ucap Sutrada pentas, Kukuh Setia Widodo saat ditemui Eduwara.com selepas pentas.
Seorang penonton, Adhelia Fitira, menungkapkan kekagumannya pada pentas ini. Menurutnya, pentas tersebut sangat menghibur dan berbeda dari pentas-pentas yang digarap Wiswakarman sebelumnya.
"Saya senang ada adegan Taman Siswa, anak-anak bermain dan menari. Itu membuat suasana menjadi riang," ungkap Adhel.
Pentas Interniran Soewardi Ini digarap dengan serius. Penulis naskah Naufal Bahauddin Wafi dan sutradara melakukan riset secara mendalam agar pentas yang ditampilkan tidak terlalu jauh dari aslinya.
"Selain dari buku-buku, kami beberapa kali langsung terjun ke Taman Siswa Yogyakarta untuk mengenali suasana di sana. Juga melakukan wawancara kepada pihak-pihak terkait dengan Taman Siswa," jelas Kukuh.
Kukuh menambahkan, ia bersyukur walapun masih ada catatan kesalahan, namun penonton tetap bertahan sampai pentas selesai. Bahkan banyak penonton yang tidak segera beranjak selepas pentas selesai.
Salah seorang penonton lain, Matius Niko, mengatakan penampilan Wiswakarman bagus. "Mereka cukup berani mementaskan tema itu. Ini tema baru. Biasanya mereka sangat keraton sentris, tapi kali ini mereka mencoba hal baru. Dan itu sangat menghibur," ujar dia.
Kukuh berharap, dengan adanya pentas ini bisa menjadi ajang belajar untuk mahasiswa yang baru bergabung di Wiswakarman. Selain itu, ia ingin semangat Taman Siswa bisa hidup di Solo, khusus di Universitas Sebelas Maret.