Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)/Lembaga Bantuan Hukum (LBH) mengapresiasi dan mendukung implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
YLBHI dan LBH menilai Permendikbudristek Nomor 30/2021 adalah langkah nyata untuk memutus rantai kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus.
Hal ini disepakati oleh 17 kantor LBH/YLBHI di Indonesia di antaranya LBH Jakarta, LBH Makassar, LBH Palangkaraya, LBH Yogyakarta, LBH Pekanbaru, dalam pernyataan sikap yang dilakukan secara daring melalui kanal Zoom dan juga Live YouTube, Selasa (16/11/2021).
LBH/YLBHI menemukan berbagai bentuk kekerasan seksual yang masif di lingkungan perguruan tinggi. Namun belum ada perguruan tinggi yang benar-benar dapat memberikan rasa aman dan keadilan bagi para korban.
LBH/ YLBHI menilai Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 adalah harapan bagi penegakan penanganan kekerasan seksual di kampus yang selama ini diabaikan. Pencegahan dan penanganan ini penting dilakukan di lingkungan perguruan tinggi, dimana nilai-nilai hak asasi manusia, etika dan moral ditanamkan.
Kharisma dari LBH Yogyakarta mengatakan, Permendikbudristek ini merupakan langkah konkrit memutus kekerasan seksual yang selama ini belum ada titik terangnya.
“Belum ada yang bisa menyelesaikan penanganan yang berpihak kepada korban,” ujar Kharisma dalam sesi zoom.
Berdasarkan data LBH Yogyakarta, terdapat enam kasus kekerasan seksual terjadi di perguruan tinggi di Yogyakarta sepanjang tahun 2020.
“Belum ada titik terang dari kasus ini. Penanganan komprehensifnya seperti apa pun tidak jelas. Penanganan yang berpihak pada korban pun tidak ada,” kata Kharisma.
Dia juga menyayangkan, kampus yang tak memiliki regulasi yang jelas untuk penanganan kekerasan seksual. Belum lagi korban kekerasan seksual seringkali mendapatkan tekanan dari pihak kampus serta situasi yang tidak aman dimana korban masih bisa bertemu dengan pelaku di kemudian hari.
Tak hanya si korban, namun juga organisasi mahasiswa yang berpihak pada korban seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ataupun organisasi lainnya juga mengalami tekanan dan ancaman.
“Permendikbud ini kami nilai sesuatu yang progresif dan komprehensif dimana ada pelibatan mahasiswa dan tenaga pendidik dalam wadah Satuan Tugas (Satgas). Juga ada rekomendasi bagi perguruan tinggi untuk perlindungan dan pemulihan korban kekerasan seksual. Tentunya peran masyarakat juga diperlukan untuk pengawasan. Jadi, bagi kami tak ada alasan untuk menolak Permendikbudristek Nomor 30 ini,” papar Kharisma.
12,17 Persen Kasus Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan
Aprilia Lisa dari LBH Jakarta menuturkan berdasarkan data YLBHI/ LBH, pada tahun 2020 terdapat 12,17 persen kasus kekerasan seksual terkait relasi di dunia pendidikan.
“Memang ini tidak dikelompokkan hanya khusus perguruan tinggi tapi disatukan untuk semua dunia pendidikan termasuk jenjang sekolah,” ujar Aprilia.
Lebih lanjut dikatakan Aprilia, dalam data yang sama, usia korban kekerasan seksual berada pada rentang 19-29 tahun yakni sebesar14,77 persen dan terjadi 22 kasus.
“Data ini menjadi PR bagi kita bersama dimana kekerasan seksual ternyata juga bisa terjadi di dunia pendidikan yang selama ini kita semua mengira aman,” tutur Aprilia.
Diungkap dia, Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 ini merupakan jawaban dari tuntutan YLBHI/ LBH selama ini.
“Saat ini hal yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana implementasi Permendikbud ini di lapangan. Jangan sampai hanya bagus dalam perundang-undangannya saja tapi nyatanya implementasinya tidak demikian,” tutur Aprilia. Bhakti