Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta melihat kemeriahan mudik tahun ini bisa menjadi indikator membaik dan semakin tumbuhnya ekonomi pasca dua tahun pandemi Covid-19.
"Arus mudik yang diikuti peningkatan pada kegiatan pasar, sektor pariwisata, dan perhotelan selama Ramadan dan sangat semarak. Ini bisa dibaca sebagai indikator kebangkitan ekonomi nasional 2022," kata Rektor UWM Edy Suandi Hamid saat memimpin Syawalan di kampusnya, Senin (9/5/2022).
Meski menimbulkan kemacetan di berbagai tempat, baik di jalanan menuju kampung tujuan maupun kawasan pariwisata namun tradisi mudik tahun ini menghadirkan kepadatan pengunjung di berbagai lokasi pariwisata dan penuhnya tingkat okupansi perhotelan, khususnya Yogyakarta.
"Situasi demikian tidak terjadi dalam Lebaran dua tahun terakhir," ucapnya.
Edy menyatakan, semaraknya mudik bisa dijadikan sebagai indikator kebangkitan ekonomi, bisa dilihat pada persentase pertumbuhan ekonomi nasional. Pada 2020, pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 tahun pertama hanya tumbuh 2,07 persen. Kemudian tahun ke dua pandemi pada 2021, ekonomi nasional hanya tumbuh 3,69 persen.
Tahun ini dengan geliat pasar di berbagai daerah yang meningkat kegiatannya selama masyarakat yang berjubel di berbagai obyek pariwisata dan penuhnya kamar, menjadi petunjuk kuat bahwa tingkat konsumsi naik dalam setahun berjalan.
"Kita berharap semarak mudik dan berbagai kegiatan ekonomi di sektor pariwisata dan perhotelan menjadi indikator positif pertumbuhan ekonomi nasional 2022 bisa mencapai 5 persen," ujar dia.
Edy mengingatkan acara halal bihalal di kampusnya menjadi momentum meningkatkan kolaborasi dalam mengelola universitas, kerja kolektif menjadi model. Tidak ada satupun dari pimpinan, dosen, tenaga kependidikan yang merasa paling hebat, paling kuat. Perguruan tinggi bisa maju bila pengelolaannya didasari semangat kerjasama, tolong menolong.
Dalam tausiyah Syawalan Guru Besar Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Muhammad, menyatakan pandangan Islam itu agama yang mengajarkan para umatnya boleh miskin harta adalah kesan yang diciptakan orang lain untuk menunjukkan ajaran Islam negatif.
"Islam sangat dekat dengan urusan ekonomi. Dalam praktik rukun Islam, muallaf yang mengucapkan syahadat perlu modal minimal materai (Rp 10 ribu), salat perlu modal ekonomi untuk membeli pakaian, perlengkapan salat, zakat dan haji memerlukan modal uang relatif besar," terangnya.
Maknanya, Islam tidak menjauhkan dengan urusan ekonomi, sebaliknya Islam mendorong umatnya peduli untuk meningkatkan kehidupan ekonomi dan menggunakannya sesuai dengan ketentuan agamanya.
Kemudian Islam mengajarkan pentingnya inovasi tiada henti agar umat Islam semakin di depan dalam berbagai sektor.