Gagasan
08 Maret, 2022 18:24 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, JOGJA – Kalangan pengajar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyatakan berbagai alasan yang dikemukakan elit politik agar Pemilu 2024 ditunda sangat tidak masuk akal. Mereka sepakat menolak wacana penundaan Pemilu.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIPOL) UGM Wawan Mas'udi melihat usulan menunda pelaksanaan Pemilu tidak masuk akal dan kontra produktif terhadap perkembangan dan sistem demokrasi yang telah dibangun selama ini.
"Pemilu dan sirkulasi kekuasaan yang bersifat rutin sesungguhnya menjadi momentum rakyat atau masyarakat sebagai pemilik kedaulatan dalam sistem demokrasi untuk melakukan koreksi," jelasnya, Selasa (8/3/2022).
Wawan mengatakan Pemilu lima tahun sekali itu merupakan alat kontrol jalannya pemerintahan, baik di eksekutif maupun di legislatif. Artinya, pemilu yang rutin itu merupakan fondasi bagi demokrasi elektoral Indonesia. Jika fondasinya saja dipersoalkan, ia meyakini perkembangan demokrasi Indonesia mengarah pada kemunduran.
Semua harus memahami Pemilu dan pergantian kekuasaan rutin merupakan ukuran paling dasar sehingga jangan sampai diganggu. Jika diganggu tentu akan membuat kemunduran. Terbukti selama 20 tahun lebih berjalan, Pemilu bisa berlangsung secara rutin dan masyarakat atau publik menaruh kepercayaan yang besar untuk sistem yang dibangun.
"Meski harus diakui, setiap kali pelaksanaan pemilu selalu ada konflik tapi selalu bisa diatasi. Artinya, ada proses pendewasaan politik yang berlangsung pada level masyarakat, dan ini berarti pula perkembangan demokrasi di Indonesia sangat bagus,” terangnya.
Sejauh ini, dalam sejarah politik Indonesia pasca demokrasi belum pernah ada penundaan pelaksanaan pemilu karena memang tidak ada situasi yang memaksa untuk menunda.
"Hanya saja oleh sebab situasi pandemi sempat menunda jadwal untuk pemilu lokal (pilkada). Namun mekanismenya ada penunjukan pejabat pelaksana (Plt). Pilkada memilih kepala daerah ini berbeda dengan Pemilu yang bersifat umum atau nasional," ujarnya.
Amanat UUD 1945
Pandemi sebagai alasan untuk menjadwal ulang Pemilu 2024, dalam sudut pandangnya, berbahaya, bisa-bisa masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap sistem demokrasi yang telah terbangun. Penundaan juga berat karena sudah diamanatkan dalam UUD 1945. Sehingga dengan menunda, maka diharuskan juga ada perubahan konstitusi, dan itu tidak mudah.
"Betul kita sedang menghadapi pandemi, tapi saya menilai masyarakat siap untuk perhelatan Pemilu 2024. Pilkada langsung yang seharusnya dilaksanakan 2019 dan diundur 2020 karena pandemi menjadi cukup modal pengalaman untuk itu," tegasnya.
Mewakili para dosen, pengajar Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar menegaskan semua akademisi hukum sepakat menolak wacana penundaan Pemilu dan menyuarakan tidak memberikan kesempatan terhadap wacana tersebut.
"Penundaan pemilu dapat merusak demokrasi dan banyak hal lainnya di negara ini. Secara konstitusional tidak mungkin menunda pemilu. Meskipun ada juga alasan konstitusional untuk menunda seperti kondisi dalam perang. Tapi sekarang alasan penundaan Pemilu dikarang-karang lah," katanya.
Dosen Hukum Tata Negara UGM, Mahaarum Kusuma P, mengatakan penundaan Pemilu mengakibatkan mundurnya jadwal pelantikan pemerintahan baru. Hal ini mengartikan masa jabatan pemerintahan sekarang dapat melebihi yang telah diamanatkan konstitusi, yakni lima tahun.
"Tidak hanya pada jabatan Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR pusat, anggota DPRD, serta anggota DPRD Provinsi maupun Kabupaten, atau semua jabatan politik yang akan dipilih pada Pemilu 2024 mendatang," ucapnya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan tanggal pencoblosan untuk pemilu serentak adalah 14 Februari 2024.
Bagikan