Sekolah Kita
20 April, 2022 15:21 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Bunga NurSY
Eduwara.com, SOLO – Generasi muda harus lebih aktif terlibat dalam transformasi pendidikan seiring dengan adanya perubahan ekosistem pembelajaran akibat pandemi Covid-19. Di sisi lain, regenerasi tenaga pendidikan juga dibayangi berbagai tantangan.
Hal tersebut disampaikan salah seorang Pengurus Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Solo, Bintang Aji Permana, dalam acara Ngobrol Santai #1: Perubahan Lingkungan, Transformasi Pendidikan & Kebudayaan, Selasa (19/4/2022) malam. Acara yang diselenggarakan di Bale Kopi Manahan, Solo, itu digagas oleh Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Dewan Pengurus Daerah (DPD) KNPI Kota Solo.
Bintang melanjutkan, di sektor pendidikan Kota Solo, rata-rata guru yang ada merupakan generasi muda.
Menurutnya, perubahan ekosistem pendidikan di Indonesia akibat pandemi Covid-19 memberi dampak yang menguntungkan sekaligus merugikan bagi generasi muda. Keuntungannya yaitu saat ini pendidikan telah bertransformasi berbasis teknologi, rata-rata yang bisa menguasainya adalah pemuda yang sudah terbiasa beradaptasi dengan teknologi.
“Kebanyakan guru di Kota Solo termasuk usia muda, karena guru yang sudah senior mungkin tidak lama lagi akan pensiun. Yang menjadi kendala saat ini adalah kadang-kadang ada mahasiswa keguruan atau tarbiyah ketika sudah lulus tidak mau jadi guru. Kalau misalnya pemuda yang bercita-cita menjadi guru semakin sedikit, lantas siapa yang mengisi kekosongan itu,” kata dia yang juga Guru Pendidikan Agama Islam SDN Mojosongo II Solo itu.
Menurut Bintang, jika mahasiswa-mahasiswa keguruan lulus, mereka akan menemui proses yang agak susah untuk menjadi guru, terutama jika berorientasi menyandang status Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Kenyataannya adalah sebelum menjadi guru PNS, mereka harus berproses terlebih dahulu menjadi seorang honorer. Terlebih ada kebijakan bagi mahasiswa keguruan ketika ingin menjadi seorang guru professional harus mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG).
“Di sini peran pemuda juga sangat mendukung, karena beberapa tahun ke depan usia muda akan lebih banyak daripada usia selain pemuda. Kita dituntut mengisi pembaharuan-pembaharuan yang ada di bidang pendidikan maupun kebudayaan, khususnya di Kota Solo,” jelas dia.
Sementara itu, setelah dua tahun tidak Pembelajaran Tatap Muka (PTM), kondisi pendidikan mengalami learning loss yang juga berakibat pada aspek kebudayaan. Pendidikan dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan.
Founder Komunitas Sraddha Sala Rendra Agusta menyoroti terkait beberapa poin mengenai kebudayaan dan kepemudaan di Kota Solo. Pertama, kebudayaan berubah mengikuti perkembangan zaman. Kedua, saat ini Kota Solo bukan hanya milik warga maupun pemuda yang lahir di Kota Solo.
“Kita harus sadar akan hal tersebut. Ke depan pemuda Solo bukan hanya pemuda yang lahir di Solo. Namun pemuda yang hidup, tinggal, bekerja, kuliah, hingga mencari teman dan cinta. Kemudian yang paling penting bagi saya adalah menjaring lintas entitas pemuda yang ada di Kota Solo ini,” kata dia.
Seperti yang diketahui, Kota Solo menjadi gudang berbagai komunitas, lembaga, maupun gerakan kebudayaan dan kepemudaan, misalnya Paguyuban Dalang Muda dan Kreasi Anak Solo (KREASSO).
Menurut Rendra, jaringan-jaringan tersebut sebenarnya mempunyai satu visi yakni nantinya akan dipanen pada 2045 sebagai generasi pemuda emas.
Lebih lanjut, jaringan kebudayaan dan kepemudaan di Kota Solo hampir ada di semua lini. Hal itu menjadikan Kota Solo tetap hidup dibuktikan dengan pemuda-pemuda yang tetap beraktivitas tanpa batas waktu, ibarat dari pagi ke pagi. Menurut Rendra, yang menjadi masalah adalah belum adanya peta besar yang bisa mengakomodir potensi-potensi mereka untuk membuat gerakan masif bahkan menjadi gerakan ekonomi kreatif. (K. Setia Widodo)
Bagikan