Bisnis Sociopreneurship Diminati Milenial

21 Februari, 2022 20:28 WIB

Penulis:Fathul Muin

Editor:Ida Gautama

21022022-UMM Sociopreneurship.jpg
Inisiator Pondok Sinau Lentera Nusantara, Hutri Agustino, pada diskusi FISIP UMM tentang Sociopreneurship secara virtual, Senin (21/2/2022). (EDUWARA/Istimewa)

Eduwara.com, MALANG — Bisnis sociopreneurship semakin diminati kalangan milenial, terutama berkaitan dengan momentum pandemi Covid-19. 

Inisiator Pondok Sinau Lentera Nusantara, Hutri Agustino, mengatakan jumlah wirausahawan termasuk wirausaha sosial terus meningkat, terutama sejak pandemi Covid-19. Jumlah minat wirausaha tersebut tentu menjadi peluang tersendiri. Di sisi lain, aneka permasalahan sosial akibat pandemi juga muncul dan tidak bisa dibiarkan begitu saja.

"Maka, sociopreneurship dapat menjadi cara baru yang tidak hanya menghasilkan keuntungan finansial semata, tapi juga keuntungan sosial, sekaligus dapat menjadi bagian dari jalan keluar atas masalah-masalah di tengah masyarakat," kata Hutri pada diskusi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tentang Sociopreneurship secara virtual, Senin (21/2/2022).

Hutri menyebutkan ada sembilan jenis model bisnis sosial yang sangat memungkinkan dilakukan pada masa sekarang. Ada jenis entrepreneur support model, market intermediary model, employment model, fee for service model dan beberapa jenis model bisnis sosial lainnya.

"Di beberapa wilayah di Indonesia, sudah ada usaha namanya Kopi Tuli, yaitu unit usaha yang melibatkan teman-teman tuli. Ini adalah bentuk social entrepreneur yang tidak hanya sekadar mencari profit melalui usaha bisnis jualan kopi, tapi juga memberikan lapangan pekerjaan untuk teman-teman tuli," ujarnya.

Menurut inisiator Kampung Warna-Warni Jodipan, Kota Malang, Jamroji, kepekaan terhadap masalah sosial atau keluhan di masyarakat juga perlu dilatih sejak dini. Sebuah bidang usaha, kata dia, pada dasarnya bisa dibangun berbasis pada keluhan seperti apa yang dilakukan oleh para pembuat aplikasi. 

Hal ini, menurut Jamroji, salah satunya pada perusahaan Gojek. Banyaknya keluhan masyarakat yang kesulitan mencari ojek pangkalan melahirkan aplikasi yang memudahkan. 

"Jika kita cerdas dan kritis, keluhan-keluhan itu bisa menjadi sumber ide untuk membangun sebuah unit usaha mandiri. Bahkan bisa menjadi solusi bagi permasalahan sosial melalui bentuk sociopreneurship," tuturnya.

Menurut Jamroji, perlu ada pengembangan sikap kritis ini sejak dini. Sehingga mahasiswa merasa peka akan peristiwa yang terjadi di sekitar, termasuk kepekaan terhadap keluhan. Sociopreneur, kata dia, menjadi upaya untuk mengkonversi permasalahan sosial menjadi sebuah peluang usaha. 

Sociopreneur memungkinkan orang untuk membangun bisnis yang berangkat dari keluhan orang atau masyarakat.

"Tujuannya utamanya tentu untuk membantu masyarakat. Sementara pendapatan adalah bonus yang kita peroleh. Ada dua modal penting yang harus dimiliki dalam membangun sociopreneur, yakni kepekaan sosial dan kemampuan kritik sosial," ujarnya.