Ini Resep Dosen UMM agar Sepak Bola Bisa Ukir Prestasi

26 Mei, 2022 00:57 WIB

Penulis:Fathul Muin

Editor:Ida Gautama

25052022-UMM Sepakbola Profesi.jpg
Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Askot Malang dan dosen FH Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Haris Thofly. (EDUWARA/Istimewa)

Eduwara.com, MALANG — Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Askot Malang, yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Haris Thofly, memberikan resep agar sepak bola bisa berprestasi, antara lain dengan mendorong atlet di cabang olahraga sebagai profesi menjanjikan sehingga mereka lebih serius dan tekun menjalankan tugasnya.

Pada gelaran SEA Games 2022, kata dia, tim nasional (Timnas) Indonesia hanya menempati peringkat ketiga usai mengalahkan Malaysia. Raihan timnas di ajang tersebut belum maksimal.

"Maka perlu adanya evaluasi mendalam agar bisa mendapatkan prestasi yang lebih membanggakan," kata Haris, Rabu (25/5/2022).

Apalagi Indonesia sudah lama tidak merasakan juara.  Dia percaya, pelatih Timnas Shin Tae Yong (STY) bisa membawa Timnas ke jalur yang benar dan mampu berbicara banyak di kompetisi bergengsi.

STY juga sering memainkan pemain-pemain muda. Hal itu patut diapresiasi dalam rangka memunculkan bakat-bakat potensial yang bisa berkiprah di liga Eropa dan Asia.

Haris, sapaan akrabnya, mengatakan pada dasarnya sepak bola usia dini Indonesia cukup membanggakan. Namun, masalahnya terletak pada proses junior ke senior. Banyak aspek yang melatarbelakangi fenomena layunya performa para pemain.

Salah satunya karena profesi sepak bola Indonesia yang belum menjanjikan untuk dijadikan mata pencaharian sehari-hari.

"Sepak bola di Indonesia memang masih belum 100 persen menjadi profesi yang menjanjikan dalam menyambung kehidupan. Terlebih sepak bola di Indonesia masih dalam proses menjadi sebuah industri," ujar Pembina UKM Sepak Bola UMM itu.

Tantangan

Menurut Haris, ada banyak tantangan yang harus dihadapi untuk membina sepak bola usia muda. Salah satu cara melatih anak adalah dengan sering diajak mengikuti turnamen, terutama turnamen resmi. Hal itu mampu mengasah mentalitas dan teknik.

"Bagi saya, yang terpenting anak usia muda minimal harus 25 kali bertanding dalam turnamen resmi," terangnya.

Dia menilai, pembinaan usia muda cukup berat. Oleh sebab itu, untuk menanganinya diperlukan pelatih yang sudah memiliki lisensi tinggi, bukan yang berlisensi rendah. Bahkan hal itu sudah diterapkan sepak bola Eropa sejak lama.

Menurut Haris, dasar-dasar sepak bola harus dilakukan dan diterapkan secara benar dengan pelatih yang sudah terbukti secara akademik. Utamanya sejak usia dini.

Selain itu, juga bisa melakukan kolaborasi institusi pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga perguruan tinggi. Tujuannya adalah jika di tempat belajar mereka mendapatkan prasarana yang memadai, maka akan mudah untuk menemukan pemain andal. 

Di samping itu, Haris menilai, Indonesia juga harus mampu membuat kompetisi profesional yang baik. Hal itu akan berefek pada bagusnya fisik, mental, teknik dan psikis pemain muda. SSI seharusnya melahirkan kompetisi dari seluruh kategori usia muda.

"Tanpa adanya kompetisi bagus, tak akan ada pula pemain muda yang bagus. Salah satunya seperti yang akan kita lakukan nanti pada tanggal 17-19 Juni. Akan ada Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Forum Sekolah Sepak Bola Indonesia (FOSSBI) U-12 di stadion UMM," tambahnya.

Haris berpesan agar pemain muda terus mengasah diri dan mencari jalan menuju sepak bola profesional. Menjadi pahlawan tidak hanya saat mengusir penjajah, tapi juga mengharumkan nama bangsa di kancah internasional.

"Saya menaruh harapan besar terhadap sepak bola Indonesia. Apalagi melihat anak-anak muda kita yang potensial dan melimpah," ucapnya.