Kehadiran ‘Sekolah Rakyat’ di Bawah Kemensos Dinilai Kurang Tepat

14 Januari, 2025 21:19 WIB

Penulis:Setyono

Editor:Ida Gautama

14012025-UGM Sekolah Rakyat Kemensos.jpg
Siswa-siswi di sebuah Sekolah Dasar (SD) sedang mengikuti kegiatan belajar di kelas. (EDUWARA/Dok.)

Eduwara.com, JOGJA - Dosen Program Studi Manajemen Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (FISIPOL UGM) Yogyakarta, Subarsono, menilai kehadiran ‘Sekolah Rakyat’ yang digagas pemerintah saat ini, sangat tidak tepat.

Sekolah Rakyat adalah program yang diperuntukkan untuk anak-anak dari kalangan masyarakat miskin ekstrim agar mendapatkan pendidikan yang layak. Program Sekolah Rakyat ini digagas oleh Presiden Prabowo Subianto.

Sekolah Rakyat, yang memiliki konsep asrama atau boarding school, akan dikelola Kementerian Sosial (Kemensos). Para siswa tidak hanya mendapat pendidikan tetapi juga akan mendapat asupan gizi yang layak dan mencukupi.

“Program Sekolah Rakyat di bawah Kemensos kurang tepat, seharusnya program ini ditangani oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah,” kata Subarsono, dilansir Selasa (14/1/2025).

Salah satu indikator ketidaktepatan, menurut Subarsono, adalah target Kemensos yang ingin membangun Sekolah Rakyat di kawasan Jakarta dan sekitarnya. Bahkan kepastian kapan sekolah ini dihadirkan, juga belum disampaikan transparan ke publik.

Subarsono menilai kehadiran Sekolah Rakyat masih belum terlalu mendesak dilaksanakan, karena melihat kenyataan masih banyak sekolah konvensional yang membutuhkan perhatian pemerintah.

“Mulai dari bangunan sekolah yang rusak hingga gaji para guru, terutama guru honorer yang masih memprihatinkan, saya pikir bukan tidak efisien tapi saya tidak yakin ketepatan untuk dilakukan saat ini. Kenapa kita tidak membenahi sistem yang sudah ada,” tuturnya.

Diskriminasi

Meski sekolah mendapat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan apabila ingin meningkatkan kualitas pendidikan, namun sampai sekarang penggunakan BOS masih belum bisa memperbaiki kurikulum dan meningkatkan kompetensi guru.

Dalam kajian sejarah, penamaan Sekolah Rakyat sebenarnya merupakan penamaan oleh Belanda saat zaman penjajahan. Sekolah Rakyat kemungkinan dihadirkan untuk membentuk stigma negatif di kalangan masyarakat meski pada akhirnya ini merupakan cikal bakal Sekolah Dasar (SD) saat ini.

“Penamaan Sekolah Rakyat dikhawatirkan akan memunculkan diskriminasi karena sudah ada Sekolah Dasar. Sebaiknya, untuk penamaannya Sekolah Unggulan saja, sehingga tidak menciptakan dualisme dengan adanya terminologi baru yang muncul,” ungkapnya.

Jika memang Sekolah Rakyat akan dibawa Kemensos, Subarsono menyarankan pemerintah lebih baik menghadirkan sekolah-sekolah ini di lokasi tepat sasaran untuk mengentaskan permasalahan yang ada di Indonesia. Salah satunya seperti di kawasan Tertinggal, Terluar, dan Termiskin (3T). Sehingga kriteria yang dibangun jelas karena orientasinya untuk orang miskin, gratis, dan berasrama.

“Saya pikir pantasnya berada di daerah yang belum maju,” pungkasnya.