Kisah Mahasiswa UMM Berpuasa Ramadan di Uni Emirat Arab

27 April, 2022 01:02 WIB

Penulis:Fathul Muin

Editor:Ida Gautama

27042022-UMM Puasa di Abu Dhabi.jpg
Lutfiana Sausan, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang sedang menjalani program pertukaran pelajar Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) 2022 di Abu Dhabi berfoto di depan KBRI di Uni Emirat Arab. (Istimewa)

Eduwara.com, ABU DHABI -- Lutfiana Sausan, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), yang sedang menjalani program pertukaran pelajar Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) 2022 di Abu Dhabi, merasa  beruntung dapat menjalani puasa Ramadan di negara dengan kebudayaan Islam yang kental seperti Uni Emirat Arab.

Dia menjelaskan kalau waktu sahur dan berbuka selalu berbeda setiap hari. Dari hari ke hari, waktu salat Subuh terus maju, sementara waktu untuk salat Magrib terus mundur. Hal ini membuat waktu puasa semakin panjang tiap harinya. 

Selain itu Iklim di Abu Dhabi sangat panas. Pada siang hari suhu bisa mencapai 42 derajat celcius. Dengan iklim yang sepanas itu, anak terakhir dari tiga bersaudara ini mengaku bahwa ia sangat menghindari kegiatan di luar ruangan selama siang hari.

"Awal puasa, saya sahur pukul 04.30 dan berbuka pukul 18.48. Namun sekarang saya sahur pukul 04.26 dan berbuka pada pukul 18.55. Karena perbedaan waktu yang sering terjadi, saya dan teman-teman harus memperhatikan waktu dengan lebih baik," ujar mahasiswa Teknik Industri tersebut, Selasa (26/4/2022).

Untuk menunaikan ibadah salat tarawih, dia memilih masjid terbesar ketiga di dunia yaitu Masjid Agung Sheikh Zayed. Untuk menuju ke Masjid Agung Sheikh Zayed, dia dan teman-teman harus menempuh jarak sejauh 14 kilometer tiap hari. Dengan jarak tersebut Lutfi memerlukan waktu satu jam menggunakan bus dan 14 menit menggunakan taksi.

"Secara umum, pelaksanaan salat tarawih di sini sama seperti di Indonesia. Cuma, untuk sepuluh hari terakhir salat tarawih dan witir dipisah," ucapnya. Pelaksanaan salat witir akan dilangsungkan tengah malam bersamaan dengan salat tahajud. 

Hal yang membuat Lutfiana takjub adalah dengan luas masjid yang sebesar itu, tiap hari selalu penuh dengan orang. Protokol Covid-19 juga diterapkan dengan ketat. Salah satu contohnya adalah pembagian disposable prayer mat sekali pakai kepada para jamaah.

Pengalaman unik lain yang dia alami, yakni dapat merasakan makanan dari seluruh dunia. Di awal Ramadan, Lutfi dan mahasiswa internasional lainnya melakukan buka puasa bersama di asrama. Masing-masing mahasiswa membawa makanan khas dari negaranya.

"Biasanya untuk berbuka puasa, saya membeli roti khas Mesir bernama Umm Ali. Roti tersebut sekaligus menjadi makanan favorit saya selama di sini," katanya.

Namun pada saat berbuka bersama dengan mahasiswa internasional lain, dia merasa sangat terpukau karena meja makan kami dipenuhi dengan makanan-makanan internasional yang baru pertama kali saya lihat.

"Ada satu makanan yang menjadi favorit saya saat itu, yaitu olahan daging dengan yoghurt serta terdapat taco di atasnya," ujar mahasiswa asal Malang itu.