Mindset Guru Diubah Lewat Pelatihan Literasi Pemahaman

16 November, 2021 19:26 WIB

Penulis:Setyono

Editor:Ida Gautama

ToT Literasi.jpg
Suasana pelatihan ToT bertema 'Literasi Dengan Pemahaman' yang digelar Yayasan Abisatya mulai 15-20 November 2021 di Sleman. Lewat pelatihan ini para guru diajak mengubah pengajaran pra membaca dan pra menulis dalam pendidikan literasi anak. ((EDUWARA/Setyono))

Eduwara.com, JOGJA – Lewat pelatihan literasi pemahaman yang fokus pada pengajaran pra membaca dan pra menulis, para guru Sekolah Dasar (SD) diminta mengubah pola pikir dalam pendidikan anak. Para guru diminta mendengarkan permintaan anak dididik dibandingkan memberikan beban materi.

Hal ini disampaikan peserta pelatihan Training of Trainer (ToT) bertema 'Literasi Dengan Pemahaman' yang digelar Yayasan Abisatya Yogyakarta di Hotel Prime Plaza, Sleman mulai Senin-Sabtu (15-20/11/2021).

"Pelatihan ini sangat luar biasa. Ini membongkar mindset para guru dalam pengajaran cara membaca pada anak didik. Dari pelatihan ini kita bisa memulai tahapan pembelajaran literasi dengan hal-hal nyata di sekitar lingkungan sehingga mudah dipahami," kata Kepala Sekolah SDN Pakem 1 Sleman, Kawit Suharja, Selasa (16/11).

Pasalnya selama ini banyak para guru yang belum memahami dengan betul bagaimana mendidikan anak dalam pengajaran literasi yang memudahkan memahami bahan bacaan. Padahal mereka sudah menerapkan model pembelajaran yang tertuang di Kurikulum 2013.

"Saya menjadi paham ada pola yang berbeda, yang mendasar agar penyampaian kita bisa dan dipahami anak. Ternyata membaca dan menulis ada caranya. Termasuk pemaparan atau pengenalan abjad lewat gerakan tangan maupun penambahan sarana audio visual," jelasnya.

Pandangan yang sama juga disampaikan Koordinator Pengawas Sekolah Dasar Kabupaten Sleman, Jumari yang merupakan satu dari dua peserta pelatihan.

"Selama ini kendala yang ada di sistem pengajaran kita adalah para guru kurang melihat sisi kebutuhan anak. Hanya mengejar materi dan bukan pada pengembangan anak sesuai kebutuhan anak," jelasnya.

Cerita

Jumari melihat salah satu materi pelatihan yang menitikberatkan pada interaksi guru dan siswa, wajib untuk disebarkan ke para guru. Bagaimana sejak awal masuk sekolah, interaksi terbangun dengan pengajaran pada konsep pra membaca dan menulis.

"Terlebih selama dua tahun pandemi, saya meyakini tingkat literasi menurun karena jarangnya tatap muka dan tingginya keterpaparan penggunaan handphone. Dari sini kita akan segera menggalakkan literasi dan moderasi yang menjadi program pemerintah," ungkapnya.

Direktur Program Organisasi Penggerak (POP) Yayasan Abisatya Ferry T Indratno, memaparkan dalam pelatihan ini peserta sepenuhnya diajarkan mengenai literasi pemahaman dan menulis awal.

"Pengajaran literasi awal pada anak-anak tidak lagi dengan menghafalkan huruf. Namun mengenalkan huruf melalui cerita atau benda-benda yang ada di lingkungan, namun mengandung konsonan huruf yang diajarkan," jelasnya.

Para peserta yang terdiri dari enam kepala sekolah dan sebelas pengawas ini juga diminta menghafal huruf Kredo atau penulisan abjad dalam berbagai bentuk. Ini sebagai pembanding, bagaimana mereka kesulitan menghafal abjad dalam berbagai bentuk. Ini juga terjadi pada anak di awal pendidikan literasi.

Selama lima hari pelatihan, peserta akan mendapatkan pengajaran tentang literasi dengan pemahaman meliputi sembilan komponen yaitu: kesadaran cetak, fonologi, pengetahuan alfabet, fonik, pemahaman, kosakata, berbicara, tata bahasa, dan menulis.