MKKD Fisipol UGM Jangkau 40.000 Peserta

10 September, 2025 04:10 WIB

Penulis:Setyono

Editor:Ida Gautama

09092025-UGM MKKD.jpg
Menandai 10 tahun pembukaan MKKD yang mengusung tema ‘A New Era to Rethink Digital’, CfDS Fisipol UGM menyelenggarakan diskusi berjudul ‘Membangun Ekosistem Digital yang Humanis dan Inklusif’, di Fisipol UGM, Selasa (9/9/2025). (EDUWARA/Dok. UGM)

Eduwara.com, JOGJA - Center for Digital Society (CfDS) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) menandai sepuluh tahun pembukaan Mata Kuliah Kecerdasan Digital (MKKD). Dalam satu dekade ini, MKKD telah menjangkau 40.000 peserta.

Perayaan ini mengusung tema ‘A New Era to Rethink Digital’, yang disertai dengan diskusi ‘Membangun Ekosistem Digital yang Humanis dan Inklusif’, dan berlangsung di Fisipol UGM, Selasa (9/9/2025).

Dekan Fisipol UGM, Wawan Mas’udi, menjelaskan CfDS lahir sebagai respon terhadap revolusi digital. Sejak didirikan 10 tahun lalu, CfDS berkomitmen memberdayakan masyarakat melalui riset dan advokasi terkait transformasi digital.

Salah satu inisiatif utamanya adalah MKKD, sebuah kelas gratis dan terbuka tentang literasi digital yang diinisiasi bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) pada 2020.

"Kami tidak ingin transformasi digital menciptakan imperialisme baru dan ketergantungan baru. MKKD berfungsi untuk menguatkan aspek kemanusiaan dalam perkembangan teknologi," ujarnya.

Hingga kini, MKKD telah menjangkau lebih dari 40.000 peserta dan melibatkan pengajar dari berbagai sektor, mulai dari akademisi, pemerintah, hingga industri.

Sekretaris Eksekutif CfDS, Syaifa Tania, menyampaikan perayaan satu dekade ini menjadi momentum untuk merefleksikan kembali hubungan antara manusia, teknologi, dan alam. Tema yang dipilih tahun ini, semua pihak memikirkan kembali relasi tersebut agar tercipta ekosistem digital yang sehat dan berkelanjutan.

“Satu dekade terakhir, CfDS telah menghasilkan ratusan produk riset yang disebarluaskan secara terbuka, gratis, dan inklusif. Melalui perayaan satu dekade ini, CfDS menegaskan kembali perannya dalam mengawal kemajuan sosial dan teknologi di Indonesia,” terangnya.

Manusia

Dua pemateri dalam diskusi, Janitra Haryanto dari Salesforce dan Suci Lestari Yuana dari Fisipol UGM, sepenuhnya berfokus pada pentingnya manusia sebagai pusat dari pengembangan teknologi (human centric approach), terutama Kecerdasan Buatan (AI), serta isu-isu seputar implementasi dan regulasinya. 

"Kami berusaha mendesain AI ini agar tidak menggantikan manusia, melainkan augmenting manusia atau mendukung/meningkatkan kemampuan manusia," jelas Janitra.

Janitra juga menekankan perlunya integrasi etika, transparansi, dan akuntabilitas sejak tahap awal perancangan AI. 

Sedangkan Suci Lestari Yuana memandang AI sebagai sistem sosio-teknis yang dipengaruhi dan mempengaruhi struktur sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Ia menyoroti pentingnya menelaah bias struktural dan implikasi terhadap keadilan sosial yang mungkin timbul dari interaksi antara AI dan manusia.

“Ujian paling besar dalam pengembangan AI adalah, apakah kita bisa menahan kapitalisasi massal dari teknologi itu. Pendekatan interdisipliner untuk merancang sistem AI yang lebih humanis dan inklusif,” katanya.

Dengan dibukanya MKKD Tahun 2025, CfDS berkomitmen terus meningkatkan literasi digital publik demi mewujudkan ekosistem digital yang sehat, berkelanjutan, dan berpusat pada manusia.