EduBocil
04 Oktober, 2022 00:42 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, SOLO – Di dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terdapat kegiatan-kegiatan yang bersifat pembiasaan untuk pembentukan karakter yang akan membentuk suatu kepribadian ketika berusia dewasa.
Karakter-karakter yang dibiasakan di antaranya menghargai dan menghormati orang lain, sportifitas, menerima kekalahan, simpati, empati, bernalar kritis, serta mau mengakui kekalahan maupun kelebihan orang lain.
Pembiasaan pembentukan karakter dalam PAUD laksana menanam pohon jati. Artinya hasil dari pembiasaan itu tidak bisa dipanen dalam dua sampai tiga tahun selepas lulus dari PAUD, tetapi 20-25 tahun mendatang.
Demikian catatan penting yang disampaikan Kepala Bidang PAUD dan Pendidikan Non Formal (PNF) Dinas Pendidikan Kota Solo, Galuh Murya Widawati kepada Eduwara.com, Senin (3/10/2022) di ruang kantornya. Dia menyontohkan peristiwa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang yang saat ini sedang ramai menjadi buah bibir masyarakat Indonesia.
Menurut dia, peristiwa itu menjadi duka bersama. Terlepas dari kejelasan kronologi, peristiwa itu bisa menjadi bukti kegagalan dan pembelajaran bagi semua pihak mengenai pentingnya pembiasaan-pembiasaan pembentukan karakter terlebih semenjak usia dini.
“Karena pembentukan karakter itu tidak seketika, diberitahu langsung bisa, tidak seperti itu. Ini harus dibina, dilatih, dan dibiasakan sejak usia dini. Itulah pentingnya PAUD yang menjadi pijakan hidup manusia. Jika PAUD-nya sukses, insya Allah ke depan sukses,” ungkap dia.
Menurut Galuh, Indonesia merupakan salah satu negara yang gagal dalam membentuk karakter. “PAUD kita sudah sangat terlambat, maka saat ini kita harus berjuang. Karena kalau saja mereka sudah dibekali dengan penguatan karakter, tidak akan terjadi sepeti ini,” tambah dia.
Galuh melanjutkan, jika semenjak usia dini dilatih tidak mudah emosi, bernalar kritis, bisa menyelesaikan masalah dengan berbagai solusi maka akan instropeksi diri maupun mengklarifikasi sehingga menjadi SDM yang berkualitas dan berkelas. Saat ini, pihaknya sedang berjuang untuk pembentukan-pembentukan karakter dan perilaku terhadap PAUD.
“Sehingga di ulang tahun ke 100 Republik Indonesia, bisa mempersembahkan kesuksesan dari pembentukan tersebut bagi anak-anak usia dini saat ini yang nantinya akan menjadi tokoh-tokoh di Indonesia, harap dia.
Ajang Kreativitas
Sekarang ini, selain dalam pembentukan karakter, pihaknya juga berjuang agar anak usia dini khususnya di Kota Solo mendapatkan pembelajaran yang sesuai di antaranya melalui verifikasi kurikulum, monitoring dan evaluasi pembelajaran. Kemudian melaksanakan kegiatan apresiasi bagi gugus PAUD, sekolah sehat, Gebyar PAUD, serta Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) berjenjang bagi guru.
Selain itu, pihaknya juga memperjuangkan agar tidak ada segala macam istilah kompetisi bagi anak usia dini yang berlabel lomba.
“Saya paling melarang segala bentuk istilah kompetisi untuk anak usia dini yang berlabel lomba itu tidak boleh. Kasih saja nama dengan ajang kreativitas anak usia dini. Semua anak dikasih hadiah walaupun hanya kue kantong misalnya. Kalau mau ditambahi ya hanya seperti penampil terbaik, karena semua anak adalah juara,” beber dia.
Penggunaan istilah ajang kreativitas sambung dia, juga terkait dengan psikologi anak yang ibaratnya masih seperti kertas putih. Kemudian tiba-tiba dia harus mengikuti lomba, dibanding-bandingkan, yang satu menang tetapi yang lain tidak, tidak menutup kemungkinan mereka akan drop secara psikis.
“Dia akan menjadi anak yang minder, hilang kepercayaan diri, bahkan menyalahkan diri sendiri, tumbuh rasa iri dengki. Hal-hal negatif akan muncul kalau tidak membingkai anak terlebih dahulu bahwa segala yang akan dilakukan adalah satu bentuk menunjukkan kehebatannya,” kata dia.
Semua anak, lanjut dia, merupakan diciptakan Tuhan yang memiliki potensi beragam. Oleh karena itu, mereka tidak bisa dibandingkan atau dilombakan. Mereka tetap harus menjadi anak yang juara, oleh sebab itu, Galuh lebih sepakat dengan kata ajang kreativitas daripada lomba bagi anak usia dini.
“Kami juga sudah melarang teman-teman praktisi dan oraganisasi mitra PAUD untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang berujung pada lomba baik secara penggunaan istilah maupun konsepnya,” lanjut dia.
Pembelajar Sepanjang Hayat
Galuh menyadari bahwa pembiasaan karakter bagi anak usia dini masih mengalami kendala. Oleh karena itu pihaknya tetap berjuang memahamkan masyarakat mengenai pentingnya hal tersebut dan juga pentingnya PAUD.
“Konteks PAUD tidak seperti yang mayoritas masyarakat pahami yaitu mempersiapkan anak untuk menuju jenjang selanjutnyan yaitu masuk SD. Namun yang dimaksud jenjang selanjutnya ialah sampai seterusnya, sehingga mereka memiliki karakter pembelajar sepanjang hayat,” tegas dia.
Galuh menuturkan, sosialisasi yang sudah dilakukan adalah memahamkan para orang tua dengan kegiatan parenting yang sebulan sekali wajib ada di setiap satuan PAUD. Terlebih lagi, PAUD di Kota Solo sudah menerapkan holistik integratif yang melibatkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), akademisi perguruan tinggi, serta mitra PAUD lainnya.
“Nah ini menjadi PR kita semua, istilahnya mendidik satu anak harus melibatkan orang sekampung. Nantinya kalau sukses, maka suksesnya dipetik ketika peringatan 100 tahun Indonesia. Kami berjuang di situ, orang tua pun sebagai pendidik pertama dan utama juga harus paham mengenai pendidikan karakter,” pungkas dia. (K. Setia Widodo)
Bagikan