Sekolah HAM-PUSHAM UII akan Diperluas

09 Oktober, 2025 23:44 WIB

Penulis:Setyono

Editor:Ida Gautama

09102025-UII Sekolah Pusham.jpg
Sekolah HAM-PUSHAM UII Yogyakarta menyelenggarakan kajian bertema 'Pentingnya Pemahaman HAM dalam Kehidupan Bermasyarakat' di PUSHAM UII Yogyakarta, beberapa waktu lalu. PUSHAM UII Yogyakarta mendorong 'Sekolah HAM' diterapkan pada semua fakultas di berbagai universitas. Sekolah HAM dinilai menjadi bagian penting dalam upaya pengenalan dan pemahaman lebih jauh tentang HAM kepada mahasiswa. (EDUWARA/Dok. UII Yogyakarta)

Eduwara.com, JOGJA - Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) Yogyakarta mendorong 'Sekolah HAM' diterapkan pada semua fakultas di berbagai universitas. Sekolah HAM dinilai menjadi bagian penting dalam upaya pengenalan dan pemahaman lebih jauh tentang HAM kepada mahasiswa.

Direktur PUSHAM UII, Eko Riyadi, mengatakan program Sekolah HAM ini digagas pihaknya dalam tiga tahun terakhir. Beberapa waktu lalu, PUSHAM UII menggelar kajian bertema 'Pentingnya Pemahaman HAM dalam Kehidupan Bermasyarakat'.

"Muatan dari Sekolah HAM sebenarnya untuk mengenalkan ke mahasiswa, HAM itu seperti apa, ruang lingkup apa, sejarah apa, filosofi apa, keadaan atau target dari HAM sebenarnya untuk masyarakat itu apa. Jadi ini lebih ke forum fundamental untuk pengetahuan dasar mahasiswa tentang HAM," kata Eko Riyadi, Kamis (9/10/2025).

Di Sekolah HAM, lanjut Eko, tidak dibahas secara spesifik kondisi HAM di suatu wilayah, termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), melainkan HAM secara umum. Namun, tidak menutup kemungkinan hal tersebut dibahas jika ditanyakan soal kondisi HAM terkini di suatu daerah.

"Misalnya di DIY, itu menjadi bahasan ketika memang ada mahasiswa yang bertanya tentang itu. Namun biasanya orang ingin tahu mengenai kebebasan berpendapat, keamanan, untuk terbebas dari ancaman. Dan ini kita mengenalkan konsep-konsep dasar itu berdasarkan hukum nasional dan internasional HAM," katanya.

Eko juga menekankan forum ini untuk mengenalkan masyarakat yang ingin berekspresi seperti apa, termasuk peran fungsi institusi negara atau publik dalam melindungi dan menjaga kebebasan itu menjadi bagian yang dikenalkan ke mahasiswa yang terlibat di Sekolah HAM.

"Namun ke depan, kami mendorong HAM itu tidak hanya menjadi diskursus orang di Fakultas Hukum, atau llmu Sosial atau yang berkaitan dengan sosial dan budaya. Tetapi dari sekolahan ini kami membawa HAM juga menjadi urusan semua fakultas dan semua universitas, tidak hanya bersekat sekat," katanya.

Kewarganegaraan

Direktur Setara Institute, Haili Hasan, yang menjadi narasumber dalam Sekolah HAM Pusham UII, mengatakan kelas HAM ini sangat diperlukan.

"Kalau bicara aspek substantif, pendidikan HAM itu bagian dari agenda kurikuler maupun non-kulikuler yang sangat penting untuk membangun apa yang disebut sebagai kewarganegaraan. Jadi warga negara itu punya satu prasyarat untuk membangun semacam kultur agar mereka tidak saja paham regulasi, tetapi juga ikut berkontribusi untuk mewujudkan hal-hal yang berkaitan dengan HAM," katanya.

Menurut Haili, ketika berbicara soal regulasi tentang HAM, yang di dalamnya terdapat institusi negara, undang-undang, peraturan sebagai turunan dari berbagai peraturan, pihaknya berpendapat secara umum sebenarnya sudah bisa dibilang ideal.

“Dalam hal ini, semua pihak yang menjadi bagian dari warga negara juga memiliki kewajiban untuk bersama-sama merawat persatuan juga keberagaman sehingga cita-cita bangsa yang menjadikan rakyat yang majemuk dalam semangat membangun bangsa bisa terus di jaga,” paparnya.

Haili mengharapkan generasi muda dapat memberikan kontribusi untuk mewujudkan hal-hal yang berkaitan dengan HAM. Karena itu, pendidikan HAM selalu penting, relevan bukan saja dalam konteks Indonesia atau global, tetapi spesifik dalam konteks Yogyakarta.

Haili juga menambahkan, konstitusi mengenai HAM menjamin tentang kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat bagi setiap orang di muka umum. Namun tentu kebebasan itu tidak sama dengan merusak fasilitas umum, seperti yang terjadi saat aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu. Dalam hal aksi, semua harus paham dan menjaga kondisi negara agar tetap nyaman dan aman untuk semua golongan.

"Kalau merusak, membakar fasilitas umum itu bukan kebebasan berekspresi. Itu sesuatu yang kita sayangkan karena itu dibangun dengan pajak kita. Sehingga, kita juga mesti memberikan penyadaran kepada masyarakat bahwa berpendapat, berekspresi itu dijamin konstitusi, tapi tidak juga kemudian memberikan ruang kepada siapapun untuk merusak fasilitas publik apalagi menyakiti orang lain," katanya.

Diharapkan pula aparatur polisi sebagai bagian dari supremasi sipil yang harus menjaga HAM, termasuk hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat, sehingga mereka tidak boleh melakukan tindakan di luar ketentuan hukum.

"Jadi, bagaimanapun merusak gedung, membakar fasilitas itu tidak dibenarkan. Kita katakan penegakan hukum harus dilakukan secara fair. Kalau tidak terlibat, dibebaskan. Kalau terlibat, apalagi provokator perusakan, mesti ada pertanggungjawaban hukum," katanya.

Dengan demikian, lanjut Haili, semua unsur mulai dari masyarakat hingga eksekutif tentu harus menjadikan kata ‘kondusif’ menjadi bagian penting dalam melaksanakan apapun itu yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara .

"Jadi semua harus berbenah, dan yang sangat menentukan bagaimana situasi ke depan itu tentu kepala negara. Jadi ini pesan juga agar yang disebut publik, ‘reset Indonesia’, itu betul-betul mereset apa yang selama ini terjadi. Dan mengorbankan warga secara gampang, mudah orang dikorbankan, itu sebenarnya satu catatan bagi negara agar semacam ini tidak boleh terjadi lagi di masa akan datang," katanya.