Stunting, Obesitas dan Gizi Seimbang Jadi “PR” Bersama

26 Januari, 2022 02:32 WIB

Penulis:Redaksi

Editor:Ida Gautama

26012022-UNDIP Hari Gizi 2022.jpg
Memperingati Hari Gizi Nasional 2022, RS Nasional Diponegoro (RSND) Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang bekerjasama dengan Kecamatan Tembalang Semarang dan Forum Sehat Kota Semarang menyelenggarakan talkshow “Gizi Sehat untuk Keluarga Sehat” di Kecamatan Tembalang, Semarang, Selasa (25/1/2022). (EDUWARA/Humas UNDIP)

Eduwara.com, SEMARANG -- Saat ini, Indonesia dihadapkan pada beban gizi ganda, yaitu suatu kondisi dimana terdapat masalah gizi kurang berupa stunting dan gizi lebih atau obesitas yang terjadi pada waktu yang sama. Stunting dan obesitas ini masih menjadi pekerjaan rumah dan tanggung jawab bersama untuk mengentaskannya.

Hal itu dikatakan pakar gizi RS Nasional Diponegoro (RSND) Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang Enny Probosari dalam talkshow “Gizi Sehat untuk Keluarga Sehat” yang digelar RSND, di Kecamatan Tembalang, Semarang, Selasa (25/1/2022).

Talkshow digelar dalam rangka peringatan Hari Gizi Nasional 2022 dan merupakan kerja sama antara RSND dengan Kecamatan Tembalang Semarang dan Forum Kota Sehat Semarang. Tampak hadir dalam peringatan tersebut, Direktur Utama RSND UNDIP Sutopo Patria Jati dan Ketua Forum Sehat Kota Semarang Krisseptiana Hendrar Prihadi.

“Stunting merupakan permasalahan gizi kronis karena kurangnya asupan gizi dalam rentang waktu lama. Permasalahan stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru akan terlihat ketika anak sudah menginjak usia dua tahun,” terang Enny, dilansir dari laman resmi UNDIP, Selasa (25/1/2022).

Mengutip Worl Bank, Enny mengatakan penyebab stunting antara lain praktik pengasuhan kurang baik, kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan selama kehamilan.

“Sebanyak 60 persen anak usia 0-6 bulan tidak mendapat ASI eksklusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima MP-ASI,” katanya. 

Selain itu, lanjut Enny, penyebab stunting juga berupa terbatasnya layanan kesehatan dan pembelajaran dini yang berkualitas, dimana 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di PAUD, 2 dari 3 ibu hamil tidak konsumsi zat gizi yang memadai, partisipasi di Posyandu rendah dan tidak mendapat akses layanan imunisasi. 

“Kurang akses terhadap makanan yang bergizi turut mempengaruhi, 1 dari 3 ibu hamil anemia dan makanan bergizi cukup mahal,” terangnya.

Selain itu, lanjut Enny, faktor kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi, 1 dari 5 rumah tangga masih BAB di ruang terbuka dan 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses yang baik ke air minum bersih, juga turut memicu stunting.

Sedangkan tentang obesitas, menurut Enny, dampaknya adalah terjadi peningkatan asam lemak bebas sehingga menghambat sekresi. Perempuan yang obese memiliki risiko hipertensi 3 – 6 kali dibanding perempuat dengan berat badan normal. 

Penderita obesitas memiliki jalan nafas yang sempit akibat penumpukan lemak di beberapa otot yang berada di jalan nafas serta penururunan prestasi belajar. Kelebihan energi disimpan menjadi lemak, yang merupakan penumpukan lemak berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi dengan energi yang digunakan dalam waktu lama.

“Peningkatan angka obesitas umumnya dikaitkan dengan asupan makanan dengan energi yang melebihi kebutuhan harian,” terangnya.

Karena itu, Enny menyarankan untuk memperhatikanlah gizi seimbang. Prinsipnya jika sudah memegang gizi seimbang, artinya semua sudah terkandung, baik karbohidrat, protein, lemak, protein dan mineral. 

“Selain itu porsi dan jam makan, keragaman atau variasi makanan, cairan dan serat, baik dari sayuran dan buah juga perlu diperhatikan,” pungkasnya.