Kampus
17 Desember, 2021 07:39 WIB
Penulis:Bunga NurSY
Editor:Bunga NurSY
Eduwara.com, SURABAYA—Tim mahasiswa Departemen Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggagas inovasi Marine Autonomous Security System untuk menekan terjadinya penangkapan ikan ilegal di wilayah kelautan.
Tim itu terdiri dari Adiwira Surya Susanto, Adinda Anggraeni Rahmawati S, dan Christophorus Nathanael yang tergabung dalam Tim Adhysta.
Gagasan ini berangkat dari banyaknya kasus illegal fishing di Indonesia. Sepanjang tahun 2016, sebanyak 280 kapal asing terdeteksi oleh pemerintah melakukan illegal fishing di Laut Natuna dan jumlahnya terus meningkat hingga sekarang.
“Aktivitas ilegal tersebut tentunya menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat sekitar dan negara,” kata Ketua Tim Adhysta Adiwira seperti dikutip dari situs resmi ITS, Kamis (16/12/2021).
Inovasi yang digagas merupakan gabungan dari tiga teknologi besar, yakni kapal nirawak, integrasi radar frequency diverse array multiple-input multiple-output (FDA MIMO) dengan Automatic Identification System (AIS), serta teknologi holographic display system.
Radar FDA MIMO adalah inovasi radar yang memiliki jangkauan sejauh 300 mil laut yang dapat mencakup seluruh wilayah Laut Natuna Utara. Radar ini bekerja dengan mengeluarkan gelombang elektromagnetik yang kemudian dipantulkan kembali oleh kapal. Gelombang yang dipantulkan tersebut kemudian ditangkap dan dilacak oleh radar secara real time.
“Dari gelombang itu bisa diketahui posisi, kecepatan dan prediksi gerak kapal target,” terang Adiwira.
Radar FDA MIMO, lanjut Adi, diintegrasikan dengan AIS yang merupakan sistem pelacak dan terdiri dari dua komponen, yaitu pelacak AIS pada kapal dan AIS pada stasiun.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 7 Tahun 2019, setiap kapal yang memiliki izin berlayar di wilayah perairan Indonesia harus memasang dan menyalakan AIS. Dengan demikian, kapal yang tidak memiliki atau tidak menyalakan AIS akan dikategorikan sebagai kapal asing ilegal.
Adiwira menjelaskan bahwa data dari radar telah diintegrasikan secara ICBMS (IoT, Cloud, Big Data, Mobile, dan Security) dengan kapal nirawak dan AIS stasiun. Integrasi ini memungkinkan kapal nirawak dapat mendatangi koordinat kapal asing secara real time untuk melakukan proses peringatan dengan memanfaatkan teknologi holographic.
Teknologi hologram pada kapal memerangkap partikel udara lalu meneranginya dengan sinar laser untuk memunculkan gambar pada ruang udara.
Gambar tersebutlah yang memungkinkan proses verifikasi dan komunikasi jarak jauh antara petugas di stasiun dengan pihak kapal asing. Apabila kapal asing tersebut bersikeras masuk, maka sistem akan memanggil Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI untuk melakukan tindak lanjut.
Dia menambahkan, sistem yang mereka gagas dapat mengamankan 1,6 juta ton ikan dari kegiatan illegal fishing dan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 24 triliun dengan biaya ekspor ikan US$ 2 per kilogram. Dari aspek keamanan, sistem ini dapat meningkatkan pengawasan kapal illegal fishing hingga mencapai angka 85 persen.
Mahasiswa angkatan 2020 ini mengutarakan bahwa timnya berharap agar ide mereka dilirik dan ditelusuri lebih jauh oleh pemerintah, sehingga Marine Autonomous Security System dapat menjadi ujung tombak sistem keamanan perairan di Indonesia untuk mencegah ancaman illegal fishing. “Tidak hanya di Natuna, namun juga di perairan Indonesia lainnya yang rawan illegal fishing,” tutupnya.
Bagikan