Sains
17 Maret, 2022 22:13 WIB
Penulis:Fathul Muin
Editor:Ida Gautama
Eduwara.com, MALANG — Tim Peneliti Universitas Brawijaya mengupayakan pengembangan Kit Deteksi Sars-Cov2. Salah satu tim peneliti, Aulanni'am, mengatakan produksi antibodi Covid-19 untuk pengembangan Rapid Diagnostic Test (RDT) yang berkualitas sangat diperlukan pada masa pandemi ini.
"RDT untuk mendiagnosa wabah penyakit baru cenderung bermasalah karena berpotensi menghasilkan negatif palsu atau positif palsu; karena perbedaan target genetik, mekanisme penyebaran penyakit belum jelas, belum tersedianya reagen; atau karena metode pemeriksaan yang belum terstandar, dan kesalahan penanganan sampel," kata Aulanni’am, Kamis (17/3/2022).
Judul inovasi yang dilakukan Tim Peneliti adalah ‘Antibodi Poliklonal Berbasis Protein Spesifik 156 kDa, Upaya Pengembangan Deteksi Antibody terhadap SARS-Cov2’. Ini merupakan inovasi untuk deteksi respon imun pasca vaksinasi Covid-19.
Inovasi alat tes diagnostik ini melekatkan gen target yang spesifik pada alat diagnostik, untuk mengikat antibodi yang spesifik dan mencegah reaksi silang, sehingga dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitasnya.
Selain itu, kata Aulanni’am, pembuatan antibodi Covid-19 dari peptida gen target memiliki keuntungan karena aman, mudah distandarisasi, spesifik, reprodusibel, dan mudah dikembangkan untuk produksi dalam skala besar secara in-vitro.
Keunggulan metode ini di antaranya Kit Deteksi Post Vaksin Covid-19 menggunakan antibodi poliklonal 158 kDa yang merupakan anti-IgG spesifik untuk mengidentifikasi respon imun pasca vaksinasi enam bulan, sembilan bulan, hingga satu tahun.
Selanjutnya, memerlukan sampel darah lebih sedikit dibanding tes ECLIA Anti-SARS-CoV-2, sehingga meminimalisir rasa tidak nyaman saat pengambilan sampel.
Fasilitas Kesehatan Sederhana
Keunggulan lainnya, pengujian ini tidak memerlukan peralatan laboratorium khusus, yang mahal serta kemudahan dari Kit Deteksi Post Vaksin Covid-19 dapat menunjang evaluasi vaksinasi hingga ke pelosok Indonesia, karena cukup menggunakan fasilitas kesehatan yang sederhana.
"Inovasi ini berpotensi ditawarkan ke pemerintah, sebagai bagian dari program vaksinasi Covid-19, dalam rangka pengendalian pandemi, menurunkan risiko penularan, dan membangun herd immunity; maupun ditawarkan kepada masyarakat yang secara pribadi dan mandiri ingin mengetahui status kekebalan dirinya terhadap ancaman Covid-19," ucapnya.
Selain itu, inovasi ini dapat menjadi dukungan nyata bagi program percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, serta penggunaan alat kesehatan produk dalam negeri.
Tim peneliti terdiri atas, Aulanni'am, Syifa Mustika, Dyah Kinasih Wuragil dan Yudit Oktanella. Tim tersebut merupakan Tim Inovator Universitas Brawijaya yang berhasil masuk 113 Inovasi Indonesia, yang dilaksanakan Business Innovation Center (BIC), lembaga nonprofit yang didirikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), pada tahun 2008, saat itu masih di bawah Kementerian Negara Riset dan Teknologi (Kemenristek).
Kompetisi 113 Inovasi Indonesia Tahun 2021 bertema "Innovation Take off" untuk menggambarkan harapan Indonesia keluar dari kondisi yang serba terbatas pasca pandemi COVID-19. "Innovation Take off" menggambarkan inovasi yang dilakukan Indonesia memerlukan perhitungan, perencanaan/persiapan yang seksama serta membuat terobosan yang berisiko.
Keseluruhan inovasi para inovator dari seluruh perguruan tinggi, lembaga riset dari seluruh Indonesia tersebut disatukan dalam sebuah buku yang berjudul 113 Inovasi Indonesia.
Bagikan
Sains
setahun yang lalu