logo

Art

Sastra Klasik Jawa Sumber Pendidikan Karakter

Sastra Klasik Jawa Sumber Pendidikan Karakter
Dwi Bambang Putut Setiyadi, Ketua Program Studi S2 Pendidikan Bahasa Unwidha Klaten, dalam Webinar Nasional Menelusuri Jejak Pujangga Klasik Jawa: Pakubuwono IV, Mangkunegoro IV, Yosodipuro, dan Ronggowarsito, Kamis (17/3/2022). (EDUWARA/K. Setia Widodo)
Redaksi, Art17 Maret, 2022 20:14 WIB

Eduwara.com, KLATEN - Karya-karya sastra Jawa merupakan kearifan lokal menjadi pedoman masyarakat karena berisi ajaran-ajaran yang sering ditembangkan. Penggunaan kearifan lokal sebagai sumber pendidikan karakter sejalan dengan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2017. Oleh karena itu, perlu tindak lanjut di dunia pendidikan, khususnya satuan pendidikan menengah.

Hal itu disampaikan Ketua Program Studi S2 Pendidikan Bahasa Universitas Widya Dharma (Unwidha) Klaten, Dwi Bambang Putut Setiyadi, dalam Webinar Nasional Menelusuri Jejak Pujangga Klasik Jawa: Pakubuwono IV, Mangkunegoro IV, Yosodipuro, dan Ronggowarsito, Kamis (17/3/2022).

Bambang melanjutkan, salah satu sumber kearifan lokal Jawa yang banyak digunakan sebagai materi pendidikan karakter yakni karya raja sekaligus pujangga yakni Mangkunegoro IV.

"Mangkunegoro IV dikukuhkan sebagai pemimpin Mangkunegaran pada 24 Maret 1853. Ada 35 judul yang dapat diidentifikasi karya beliau dan dikelompokkan menjadi lima, yaitu piwulang, babad, panembrama, iber, rerepen dan manuhara," kata dia.

Sebanyak 35 judul karya kemudian diterbitkan Mangkunegara VII menjadi empat jilid berjudul Serat-serat Anggitan Dalem Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV. Salah satu yang terkenal adalah Serat Tripama yang dijadikan materi bahan ajar pelajaran Bahasa Jawa di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).

Pendidikan Karakter Serat Tripama

Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter Tahun 2017 meliputi religius, nasionalis, otonomi, gotong royong, dan integritas. Melalui pembelajaran Bahasa Jawa, pendidikan karakter itu bisa disampaikan dengan Serat Tripama terdiri atas 10 bait yang berisi keteladanan yang ditujukan kepada prajurit.

"Mangkunegoro IV menunjukkan keteladanan agar memperlihatkan sikap guna, kaya, dan purun. Guna berarti kepandaian, kaya yakni kehebatan menghasilkan karya besar, sedangkan purun yaitu kesetiaan," kata dia.

Pada masa kerajaan, sambung Bambang, ketiganya sangat penting. Ketiga sikap tersebut dicontohkan dengan tiga tokoh wayang di dalam Serat Tripama, yaitu Patih Suwanda, Kumbakarna, dan Suryaputra.

Patih Suwanda sebagai contoh berjuang mempertahankan negara. Walaupun memperoleh harta tetapi dia tidak mengambil sepeserpun. Kumbakarna yang disimbolkan raksasa tetapi berjiwa kesatria. Dia memiliki budi yang mulia karena tidak mementingkan diri sendiri, tetapi lebih mementingkan bangsanya.

Sedangkan Suryaputra memiliki rasa balas budi terhadap negara walaupun nyawa sebagai taruhan. Kesetiaan dan keteguhan hati harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan.

"Tokoh-tokoh ini memiliki nilai pendidikan karakter yang bisa ditanamkan kepada para siswa, terutama religius, nasionalisme, mandiri, gotong royong, dan integritas. Tentu saja penanaman karakter sejak dini akan lebih baik hasilnya," beber dia.

Walaupun tembang dalam Serat Tripama sudah asing di telinga siswa sekarang, dengan pelajaran Bahasa Jawa para guru bisa menanamkan nilai-nilai di dalamnya. (K. Setia Widodo)

Read Next