Kampus
01 Februari, 2023 16:35 WIB
Penulis:Setyono
Editor:Bunga NurSY
Eduwara.com, JOGJA – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengandeng Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga melakukan kajian mendalam tentang keberadaan dan tantangan konten-konten lokal yang ditayangkan pertelevisian di era digital.
Hal itu tampak dalam forum diskusi grup bertemakan 'Perkembangan Televisi Digital dan Penguatan Konten Lokal', pada Rabu (1/2/2023). Diketahui tantangan menyajikan konten lokal sangat dipengaruhi oleh kecenderungan perilaku dari penonton.
Ketua KPI Pusat Agung Suprio menyatakan kehadiran digitalisasi dunia penyiaran ini menjadikan semakin bertumbuhnya industri pertelevisian dalam negeri, meski saat ini penerapan digitaliasi siaran nasional yang dimulai 2 November 2022 belum diterapkan oleh banyak daerah.
"Di Jakarta saja, jika di sistem analog hanya terdapat 18 siaran, semenjak digitalisasi bertambah menjadi 48 siaran. Di Kepulauan Riau, digitaliasi memungkinan masyarakat di sana menikmati tujuh siaran televisi Singapura. Demikian juga sebaliknya," kata Agung.
Memang, sesuai regulasi setiap televisi nasional menyediakan 10 persen jam tayangnya untuk siaran konten lokal. Namun, selama ini hampir seluruh pertelevisian nasional sangat sedikit yang melakukannya.
Praktisi dunia petelevisian yang diwakili Secretary Corporate Kompas TV Dedy Risnanto menyebut konten lokal di siaran pertelevisian Indonesia tidak pernah menarik, karena selama ini siaran konten lokal tidak pernah masuk ke survei rating.
“Konten lokal sebenarnya menarik memiliki penggemarnya. Asal penyiaran konten lokal menggunakan strategi menetapkan slot siaran dengan jangkauan nasional dan waktu yang ideal,” kata Dedy.
Keberadaan konten lokal di dunia pertelevisian sangat penting karena itu akan mengenalkan budaya secara nasional dan berdampak pada munculnya semangat kesatuan bangsa.
"Tak hanya itu, melalui penayangan konten lokal secara nasional. Kami ingin memberikan tempat kepada para pemimpin daerah untuk tampil diri. Kami ingin memberikan gambaran bahwa banyak pemimpin daerah yang sebenarnya lebih cakap dibandingkan pemimpin nasional," ungkapnya.
Kedepan, Dedy berharap KPI tidak lagi terkungkung sebagai lembaha yang hanya bertugas mengeluarkan ijin siaran. Namun, KPI harus menjadi jembatan antar industri penyiaran dengan cara menerapkan survei bagaimana sebenarnya siaran bermutu yang diinginkan masyarakat.
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Suka Bono Setyo mengambarkan media itu seperti mahluk hidup jika dipandang melalui teori ekologi digital.
"Media bisa tumbuh salah tiganya antara lain ada kapital, jumlah pemirsa (penonton), yang ketiga adalah kualitas konten," jelasnya.
Konten yang bagus bisa menarik perhatian pemirsa untuk menonton tayangan kita. Konten lokal bisa terus menggali ide genre konten diminati pemirsa namun tetap membawa nilai-nilai kearifan lokal.
Bagikan