Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JAKARTA—Badan Riset dan Inovasi Nasional merancang desain teknologi pembangkit listrik tenaga panasbumi (PLTP) modular untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi tersebut.
Plh. Kepala Balai Besar Teknologi Konversi Energi – Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi (B2TKE – OR PPT) BRIN Cahyadi mengatakan desain modular dipilih karena selama ini pengembangan PLTP di Indonesia kerap terganjal masalah investasi yang cukup tinggi dan tidak sebanding dengan hasilnya alias kurang ekonomis.
PLTP Modular, didesain dengan konsep tapak lebih ringkas, mobilisasi dan instalasi cepat, dan fleksibel ditempatkan pada kepala sumur dimanapun. Kapasitas sesuai potensi sumur sekitar 3 hingga 5 MW, cepat menghasilkan listrik begitu sumur siap diproduksi, dan modul PLTP dapat digeser dari sumur yang sudah tidak ekonomis ke sumur yang masih produktif.
“Kami telah melakukan feasibility study PLTP Modular 2×3 MW di Sibayak – Sumatra Utara. Investasi PLTP diperkirakan mencapai kurang dari 2 juta dolar AS per MW sehingga layak dari sisi ekonomis dan teknis,” jelas Cahyadi, seperti dikutip dari situs resmi BRIN, Senin (17/1/2022).
Desain PLTP Modular ini, tambah Cahyadi, merupakan pengembangan atau lesson learned dari dua jenis PLTP riset sebelumnya, yaitu PLTP 3MW condensing di Kamojang (Jawa Barat) dan PLTP 500kW siklus biner di Lahendong (Sulawesi Utara).
Pemilihan PLTP modular salah satunya mempertimbangkan potensi panas bumi di Indonesia hingga 50 MW atau hampir 35% tersebar di wilayah Indonesia timur. “Lokasi panas bumi kebanyakan di daerah terpencil yang beban listriknya tidak terlalu tinggi,” jelasnya.
Potensi sumber energi panas bumi tersebar di sepanjang jalur vulkanik dari Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi. Di Indonesia Bagian Timur seperti provinsi NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara dan daerah terpencil lain, walaupun sumber panas buminya sangat melimpah, saat ini sumber energi listrik di daerah-daerah tersebut masih didominasi oleh pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).
Dirinya mencontohkan, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, memiliki potensi panas bumi mencapai lebih dari 150 MW. Namun, saat ini, kapasitas terpasang pembangkit listrik di Flores mencapai 190 MW, dimana 45 persen berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dan 37 persen berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas. “Jika sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021 untuk membangun PLTP hingga 150 MW, PLTP berpotensi dapat menggantikan PLTD pada daerah tersebut,” katanya.
PLTP termasuk teknologi ramah lingkungan dengan emisi CO2 rendah. Jejak karbon pun rendah karena sumber energi tersedia di lokasi dan tidak membutuhkan sumber bahan bakar yang perlu usaha produksi yang menghasilkan karbon.
Produk PLTP Modular mempertimbangkan TKDN yang melibatkan industri dalam negeri. Komponen utama PLTP adalah turbin dan generator.
Saat ini, ungkap Cahyadi, Jepang menempati urutan pertama sebagai produsen manufaktur turbin PLTP condensing. Padahal, Negeri Sakura itu mempunyai potensi panas bumi yang jauh lebih sedikit.
“Dengan potensi panas bumi yang besar, dan dengan TKDN tinggi, Indonesia harusnya dapat menempati posisi kedua atau ketiga produsen turbin generator PLTP di dunia,” tambah Cahyadi.
Adapun, pada 2030, kapasitas terpasang PLTP ditargetkan mencapai 6,5 GW, dan melihat bahwa saat ini baru 2,1 GW terpasang, maka akan ada 4,4 GW PLTP baru.