Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JAKARTA – Sikap bijak dalam mendidik anak merupakan sebuah prinsip pengasuhan yang harus dipahami oleh orang tua. Pasalnya, 20% karakter anak terbawa dari lahir, dan sebanyak 80% dari peran pengasuhan orang tua.
Hal tersebut disampaikan oleh Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga Ayoe Sutomo dalam webinar Hari Anak Nasional bertajuk “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” yang diselenggarakan oleh Direktorat Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pada Jumat (23/7/2022) secara daring.
“Orangtua yang mengasuh bukan hanya sebagai orang tua semata tapi juga sebagai pengasuh utama. Memberikan pendampingan dan membantu anak untuk melewati masa-masanya dari kanak-kanak, remaja hingga dewasa,” kata Ayoe seperti yang dilansir dari laman resmi Direktorat Sekolah Dasar, Senin (25/7/2022).
Orang tua, sambung dia, juga harus memenuhi hak-hak anak seperti pendidikannya, asupan makanannya dan lain-lain. Jika orang tua tidak bisa memenuhi hak anak dengan baik maka akan banyak output negatif, baik secara fisik, mental, psikologis kognitif, maupun sosial.
“Jika sebagai orang tua kita bisa memahami bagaimana memberikan perlindungan pada anak sesuai dengan haknya secara baik dan optimal, itu artinya kita sedang mempersiapkan generasi Indonesia yang baik,” tegas dia.
Sementara itu, prinsip pengasuhan untuk mengembangkan karakter anak, Ayoe Sutomo menjelaskan, pertama orang tua harus tahu kebutuhan anak-anak seperti penerimaan terhadap anak dan membuat anak merasa dicintai.
“Ini sangat fundamental karena di ruang praktek saya seringkali bertemu dengan individu dewasa ketika kita berbicara mengenai perasaan disayang, banyak diantara mereka yang merasa tidak disayang orang tua. Padahal kasih sayang ini adalah kebutuhan anak yang simpel dan sederhana,” tutur dia.
Selanjutnya kebutuhan anak yang lainnya adalah dapat didengarkan dan diterima apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Sebagai orang tua harus bisa mengembangkan bakat dan potensinya.
“Jika kebutuhan anak seperti kasih sayang, perasaan dicintai sudah terpenuhi maka akan terbangun hubungan yang baik antara orangtua dengan anak. Anak pun akan merasa aman dan tidak akan mudah untuk terjerumus ke hal negatif,” imbuh Ayoe.
Sementara itu, Koordinator Bidang Kesehatan Dan Pendidikan, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Anggin Nuzula Rahma mengemukakan, pemerintah sudah sangat konsen menyusun regulasi terkait dengan upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak.
Menurut dia, Indonesia sudah meratifikasi konvensi hak-hak anak yang merupakan perjanjian internasional terkait dengan komitmen untuk melindungi anak-anak Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990.
“Artinya sejak tahun 1990 pemerintah sudah berkomitmen untuk selalu melakukan upaya pemenuhan hak dan perlindungan anak dari perundungan dan kekerasan seksual,” ungkap Anggin.
Dari meratifikasi konvensi hak-hak anak tersebut, maka muncul kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh pemerintah. Kewajiban paling utama adalah melahirkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 yang merupakan perubahan dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Dalam undang-undang ini sudah jelas mengamanatkan bahwa negara, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, orang tua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak,” ujar Anggin.
Selain itu ada beberapa prinsip yang harus dipegang ketika ingin merefleksikan dan mengimplementasikan upaya-upaya pemenuhan hak anak. Seperti nondiskriminasi, artinya tidak boleh membeda-bedakan anak.
“Semua anak ini berhak untuk mendapatkan haknya yang sama termasuk akses pendidikan, akses kesehatan, akses pengasuhan yang layak dan akses pengasuhan yang baik. Jangan membedakan anak berdasarkan suku, ras, agama ataupun keturunan apalagi berdasarkan politik, ini tidak diperkenankan,” tandas dia. (K. Setia Widodo/*)