Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, MALANG — RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) perlu mengakomodasi madrasah dengan disebut eksplisit dalam pasal-pasal tersebut, menghindari respon-respon yang tidak perlu akibat terbelahnya masyarakat, yakni kalangan Islamis dan nasionalis maupun antara pro-pemerintah dan oposisi atau penentangnya.
Guru Besar Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Syamsul Arifin, mengatakan dengan tidak disebutnya secara eksplisit madrasah dalam RUU Sisdiknas maka pemerintah lewat penjelasan akademis sebenarnya bisa menjelaskan alasannya secara logis.
"Namun di tengah kondisi masyarakat yang terbelah seperti saat ini, maka pemerintah perlu bijak dengan mengakomodasi penyebutan madrasah dalam RUU Sisdiknas, terutama saat diundangkan menjadi UU Sisdiknas," kata Syamsul Arifin di Malang, Senin (28/3/2022).
Dibandingkan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003, kata Syamsul, memang terdapat perbedaan yang mendasar dengan RUU Sisdiknas. Salah satunya, madrasah tidak dicantumkan dalam RUU Sisdiknas. Karenaitu, lalu timbul kesan dari sebagian masyarakat bahwa pemerintah akan menghapus eksistensi madrasah dalam UU Sisdiknas.
"Pemerintan seharusnya memiliki sensitivitas terhadap masalah ini," kata Syamsul yang juga Wakil Rektor I UMM itu.
Bagaimanapun, menurut Syamsul, madrasah telah memiliki sejarah dan tradisi yang panjang. Madrasah merupakan salah satu kekhasan pendidikan di Indonesia. Di madrasah terdapat integrasi antara pendidikan umum dan agama. Dalam lingkungan madrasah juga terdapat atmosfer untuk memperkuat karakter religius subyek pendidikan di dalamnya. Karena itu, pemerintah dan DPR harus mendengarkan kegelisahan dan aspirasi publik.
"Jangan sampai muncul kesan, pemerintah ingin menegasikan kelembagaan pendidikan Islam," ucapnya.
Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, kata Syamsul, eksistensi dan pengakuan terhadap madrasah dinyatakan secara eksplisit sejak pasal-pasal awal, mulai pasal 17. Sedangkan di RUU Sisdiknas, hal tersebut sama sekali tidak disebut.
Menurut Syamsul, memang pada pasal 30 dan 32 terdapat ketentuan Pendidikan Keagamaan yang sebenarnya telah diatur dalam PP nomor 55 tahun 2007, dan khusus madrasah diatur dalam PP nomor 90 tahun 2013.
"Masalahnya, apakah Pendidikan Keagamaan serupa dengan madrasah? Apakah madrasah boleh disebut Pendidikan Keagamaan? Menurut saya, RUU Sisdiknas harus mengakomodasi madrasah," ucapnya.
Dari pemahamannya, madrasah jelas tidak dimaksudkan atau tidak melulu sebagai pendidikan yang mencetak ahli agama seperti pesantren di Islam. Madrasah justru menggabungkan antara pendidikan sekuler dengan pendidikan agama.