Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JAKARTA—Stunting atau hambatan pertumbuhan disebabkan tiga faktor yaitu kerentanan pangan keluarga, pengasuhan serta praktik pemberian makanan yang tidak adekuat, dan lingkungan rumah tangga yang tidak sehat.
Manajerial akses pelayanan kesehatan juga menjadi faktor yang tidak bisa dimungkiri. Selain itu, kekurangan gizi atau gizi buruk dan infeksi kronis pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) juga menjadi penyebab utama stunting pada anak.
Demikian disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo dalam Media Briefing dan Penandatanganan PKS: Pentingnya Pemantauan Tumbuh Kembang Terhadap Penegakan Deteksi Dini Stunting Pada Anak Indonesia, Kamis (24/2/2022). Acara itu diselenggarakan oleh BKKBN secara live Zoom dan Youtube.
Presiden Joko Widodo, sambung Hasto, menarget laju penurunan stunting di Indonesia tahun 2024 berada di angka 14 persen yang semula 24 persen.
"Target ini memberikan spirit agar semua pihak kerja keras. Untuk menuju angka 14 persen, maka setidaknya per tahun mencapai 3,4 persen. Hal ini menjadi penting untuk kita tuju bersama," ujar dia.
Adanya Perpres No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting menjadikan semua pihak agar mempunyai semangat dan energi baru. Salah satu tujuan kebijakan itu adalah memperbaiki pola asuh.
Pola asuh menjadi hal penting selain sub optimal health dan nutritional. Anak yang tidak bahagia, menurut Hasto, tidak bisa mendapat asupan yang baik karena tidak mau makan.
BKKBN ditunjuk sebagai ketua tim pelaksana percepatan penurunan stunting. Ada hal baru yang ditekankan, di antaranya audit kasus stunting.
Audit kasus stunting menjadi sarana pemecahan kasus-kasus terkait medical problem. Misalnya ada anak yang pertumbuhan dan perkembangannya tidak bagus kemungkinan disebabkan patologi dan underline disease tertentu.
Kemudian, BKKBN akan melakukan pendataan keluarga beresiko tinggi melahirkan anak stunting. "Sebelum hamil dan melahirkan, tentu kami harus bisa memetakan keluarga yang punya risiko kalau melahirkan berpeluang anaknya stunting. Mungkin ibunya anemia, defisiensi vitamin, dan lainnya," ujar Hasto.
Dia menambahkan, BKKN juga akan menghadirkan pendamping keluarga. Pendamping tersebut bertugas mendampingi pasangan usia subur baik sebelum hamil, baru menikah, melahirkan, hingga masa interval.
"Harapan kami, karena jumlah tim pendamping ada 200.000, bisa mendukung akurasi data elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), Kartu Kembang Anak (KKA), dan rekam medis lain," jelas Hasto. (K. Setia Widodo)