Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, JOGJA – Hilangnya pembelajaran Pancasila dalam Sistem Pendidikan Nasional hampir di dua dekade bisa menjadikan sebagian pelajar menolak ajaran ideologi ini. Pembumian kembali nilai-nilai Pancasila sangat penting sebagai modal terwujudnya masyarakat masa depan (future society) yang harmonis.
Hal ini terungkap dalam Ngabuburit Kebangsaan yang digelar oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bersama Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta pada Kamis (28/4/2022) di Hotel Eastparc, Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Lamanya pelajaran Pancasila vakum dalam Sistem Pendidikan Nasional kita. menyebabkan ketidaktahuan bahkan penolakan pelajar terhadap Pancasila," kata Ketua PW Fatayat DIY Maryam Fithriati dalam rilis ke Eduwara.com.
Menurutnya, untuk mengejar kevakuman dan ketertinggalan pemberian materi Pancasila sepanjang 18 tahun—20 tahun akan menjadi tantangan yang berat sekali. Terlebih, saat ini ruang-ruang informal tidak tersentuh sosialisasi Pancasila, misalnya di sektor perempuan pekerja dan ibu rumah tangga.
Ihwal generasi muda yang menolak Pancasila itu juga diamini KH Irwan Masduqi, pengasuh Pondok Pesantren Assalafiyah, Mlangi, Sleman. Dirinya mengacu sebuah riset, ada sejumlah generasi muda yang tak setuju pada Pancasila.
"Ini seiring keinginan sejumlah pihak mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa. Sila-sila Pancasila itu sesuai dengan nilai-nilai Islam. Jadi jangan benturkan Pancasila dengan Islam," katanya.
Rektor UNU Yogyakarta Widya Priyahita menjelaskan dalam kajian tentang masa depan, dua topik menjadi fokus pembahasan, yakni masyarakat dan teknologi.
"Teknologi kita boleh tertinggal. Tapi kita tidak perlu kecil hati karena kita bisa menjadi model future society yang menggambarkan masyarakat masa depan," katanya.
Menurutnya, masyarakat masa depan punya dua kemungkinan yakni terpecah karena konflik atau perang atau, sebaliknya, masyarakat dunia hidup damai, sejahtera, dan harmonis.
"Nah, untuk future society, Indonesia bisa jadi model di kemungkinan kedua, bahwa kita bisa hidup damai dan harmonis salah satunya karena Pancasila," ujarnya.
Guna mewujudkan itu, Pancasila harus dibumikan ke generasi muda. Selain itu, anak muda juga mesti terus menimba ilmu yang relevan dan berkontribusi dalam pembangunan.
"Kita mesti merancang strategi baru supaya ilmu mahasiswa tetap relevan. Anak muda juga harus mau terus meng-update skill-nya, learn dan re-learn dan menjadi pembelajar yang tangguh," ujar rektor muda ini.
Kepala BPIP Yudian Wahyudi menjelaskan nilai-nilai Pancasila sesuai dengan ajaran dan hikmah suatu agama. Dalam Islam misalnya, seorang muslim diajarkan untuk mencintai tanah airnya.
Menurut Yudian, hikmah cinta tanah air bagi umat Islam itu tergambar dalam wudhu dan sujud saat shalat. Wudhu memerintah muslim untuk dekat ke sumber-sumber air, sedangkan sujud mengajak untuk menghormati tanah.
"Secara fisik, tanah dan air adalah aset dunia dan ekonomi. Tapi dalam arti ketatanegaraan, kecintaan pada Tanah Air menjadikan kita pribumi yang nasionalis religius," katanya.
Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan BPIP, Prakoso, menyebut nilai-nilai Pancasila harus terus disampaikan ke generasi muda, terutama melalui pendidikan.
Saat ini Pancasila direncanakan menjadi mata pelajaran wajib di PAUD hingga perguruan tinggi. Dalam mata ajar ini, 30 persen berupa teori dan 70 persen praktik.
"Berketuhanan itu apa, harus dipraktikkan. Berkemanusiaan misalnya, berbagi ayunan dan kelereng untuk anak PAUD dan TK, atau peduli orang sakit di sekitar sekolah," paparnya.