Bagikan:
Bagikan:
Eduwara.com, SURABAYA – Imamatul Khair, alumnus Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair) berhasil meraih beasiswa Fulbright untuk melanjutkan studi master pada Bilingual, ESL, and Multicultural Education University of Massachusetts di Amherst, Amerika Serikat.
Bagaimana Imamatul bisa mendapatkan beasiswa yang cukup bergengsi tersebut?
Imamatul menjelaskan, beasiswa Fulbright bukan jenis beasiswa yang baru. Beasiswa yang didanai oleh the United States Department of State dan dikelola oleh The American-Indonesian Exchange Foundation (AMINEF) ini sudah sangat dikenal di lebih dari 155 negara.
“Beasiswa ini juga merupakan beasiswa yang prestigious dan fully funded dari awal aplikasi. Jadi kita tidak perlu bingung untuk mencari biaya lain-lain karena semuanya gratis,” jelas Imamatul dalam siaran pers Pusat Komunikasi dan Informasi Publik Unair, Rabu (20/4/2022).
Ia memutuskan mendaftar beasiswa Fulbright karena beasiswa tersebut menyediakan pilihan program studi (prodi) dan universitas impiannya. Bahkan prodi pilihannya saat ini merupakan prodi yang cocok untuk dibicarakan dalam konteks Indonesia.
“Memilih prodi itu lama sekali prosesnya karena harus mempertimbangkan berbagai macam hal, termasuk apakah bisa bermanfaat untuk Indonesia jika ilmunya dibawa kembali ke Indonesia,” jelasnya.
Imamatul juga menceritakan bahwa keaktifannya di kegiatan pengabdian masyarakat hingga terpilih menjadi Mahasiswa Berprestasi tahun 2017 menjadi daya dukung utama kelulusannya menjadi penerima beasiswa Fulbright.
“Pengalaman organisasi bisa menjadi modal agar pihak penyelenggara beasiswa tertarik dengan kita. Personal experience saya, semasa kuliah saya aktif di berbagai organisasi yang relevan dengan prodi yang saya inginkan,” jelasnya.
Tes Akademis
Selain keaktifan di bidang non-akademik, keaktifan di dunia akademik juga harus dipersiapkan. Sebab, kata Imamatul, ada tes akademis yang dilakukan dalam proses seleksi. Begitu pula untuk TOEFL iBT, harus dipersiapkan jauh-jauh hari agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
“Kalau interview sebenarnya lebih ke rajin-rajin nyari tutorial di internet. Karena interview-nya melibatkan dosen hingga direktur, sehingga perlu strategi menjawab yang diplomatis,” jelasnya.
Tentang perjuangan berburu beasiswa, Imamatul mengaku bahwa beasiswa Fulbright bukan beasiswa pertama yang dicobanya. Beasiswa ini adalah percobaan yang kedelapan. Karena itu, ia berpesan kepada para pejuang beasiswa agar tidak mudah menyerah dalam memperjuangkan beasiswa.
“Kita gak tau rezeki kita dimana. Kalau sekarang belum lolos coba lagi tahun depan. Kalau beasiswa yang pertama belum lolos, coba beasiswa lainnya,” katanya.
Dan, kalau Anda tertarik mengikuti jejak perjuangan Imamatul, informasi tentang beasiswa Fulbright dapat diakases melalui www.aminef.or.id (*)