logo

Sekolah Kita

Jaring Masukan dan Aspirasi untuk RUU Sisdiknas, Kemendikbudristek Giatkan Ruang Dialog Publik

Jaring Masukan dan Aspirasi untuk RUU Sisdiknas, Kemendikbudristek Giatkan Ruang Dialog Publik
Dialog antara Kemendikbudristek dengan Perkumpulan Homeschooler Indonesia (PHI), Senin (12/9/2022). (EDUWARA/Kemendikbudristek)
Redaksi, Sekolah Kita16 September, 2022 01:44 WIB

Eduwara.com, JAKARTA – Saat ini lulusan pendidikan nonformal dan informal masih dianggap lebih rendah sehingga lulusannya harus mengikuti ujian untuk disetarakan dengan lulusan sekolah formal. Hal tersebut perlu dikoreksi. 

Karena itu, nantinya dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), ujian akan dilakukan untuk melihat kesetaraan hasil belajar dengan standar nasional. Bukan untuk melihat apakah lulusan nonformal sudah setara dengan sekolah formal.

Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Nasional (BSKAP), Anindito Aditomo ketika berdialog dengan Perkumpulan Homeschooler Indonesia (PHI) yang datang dari berbagai kota di Indonesia, Senin (12/9/2022). Pertemuan itu mendiskusikan isu-isu terkait pesekolahrumah atau homeschooler di dalam naskah RUU Sisdiknas terbaru.

Anindito mengakui bahwa praktik yang ada saat ini masih belum ideal bagi pesekolahrumah.

“Melalui RUU Sisdiknas, ke depannya pemerintah juga ingin memberi pengakuan yang lebih kuat sekaligus fleksibilitas pada pendidikan nonformal, termasuk sekolahrumah," ungkap Anindito seperti dilansir Eduwara.com, Kamis (15/9/2022), dari laman resmi Kemendikbudristek.

Hal itu dicapai, sambung Anindito, dengan membebaskan pendidikan nonformal dari standar-standar yang tidak relevan. Dalam RUU Sisdiknas, pendidikan nonformal, termasuk sekolahrumah, hanya akan diikat dengan standar nasional dalam hal capaian, yaitu karakter dan kompetensi yang harus dikembangkan.

Menaungi Beragam Praktik Baik

Koordinator Nasional PHI, Ellen Nugroho menyampaikan apresiasinya pada Kemendikbudristek yang membuka ruang dialog mengenai RUU Sisdiknas. Pihaknya melihat masukan di diskusi terpumpun yang lalu telah relatif diakomodasi oleh pemerintah.

“PHI melihat niat baik dari RUU Sisdiknas, bukan untuk mempersulit, tetapi untuk memberikan ruang, pengakuan, perlindungan, jaminan fleksibilitas, akuntabilitas, dan jalan bagi pesekolahrumah,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Ellen juga menyampaikan masukan untuk draf terbaru RUU Sisdiknas. Sekarang ini, anak-anak yang bersekolahrumah harus terdaftar di Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) baik Paket A, B, atau C. Jika mereka ingin diakui oleh pemerintah sebagai peserta didik dan memperoleh ijazah. Artinya, pengakuan atas sekolahrumah masih belum ideal.

Ellen juga mempertanyakan jika pesekolahrumah diikat dalam jalur pendidikan nonformal, apakah nantinya pesekolahrumah akan diikat dengan aturan-aturan yang mengikuti satuan pendidikan nonformal dan bagaimana prosedurnya. 

Ellen menambahkan, pada prinsipnya PHI bersedia untuk ikut terus berdialog dan memberi masukan kepada Kemendikbudristek untuk memperbaiki RUU Sisdiknas.

Sementara itu, Analis Kebijakan Ahli Utama Kemendikbudristek, Totok Suprayitno menjelaskan bahwa pengaturan tersebut dirancang untuk memperluas spektrum pendidikan nonformal sehingga dapat menaungi beragam praktik baik yang sudah ada. 

Totok menegaskan bahwa dengan pengaturan yang lebih fleksibel, jalur pendidikan nonformal dapat menjadi rumah yang nyaman bagi sekolahrumah karena memperkuat pengakuan sekaligus tetap memberi kebebasan.

Menutup pertemuan antara PHI dan Kemendikbudristek, Anindito menyampaikan apresiasi atas masukan yang telah diterima. 

“Meski tidak semua poin bisa disepakati, dialog ini membuahkan beberapa titik temu yang penting. Catatan dari diskusi dan pertemuan ini akan menjadi bagian dari bahan perbaikan dan revisi draf RUU Sisdiknas dalam proses selanjutnya,” kata dia. (K. Setia Widodo/*)

Read Next